Laman

Sabtu, Maret 06, 2010

Saudariku, Kapan kembali ke Jalan Tuhanmu?




Saudariku, Kapan kembali ke Jalan Tuhanmu?


22 Desember 2009 jam 10:54

Waspadalah terhadap Serigala...

Aku mempunyai seorang teman yang kucintai karena keutamaan dan adabnya. Aku kagum melihatnya. Kehadirannya dapat menenteramkanku.

Aku sudah lama bershabat dengannya. Sedikit pun aku tidak memungkiri perihalnya, dan dia pun tidak mengingkari perihalku sedikit pun sampai aku pergi dan kami saling mengirim surat selama satu masa, hingga kemudian terputuslah hubungan antara kami.

Aku kembali, dan begitu besar keinginanku untuk dapat melihatnya lagi karena hubungan kami berdua sangatlah erat. Aku mencarinya di berbagai tempat yang pernah kami datangi dan ke tempat-tempat yang dapat aku ketahui jejaknya. Aku pergi ke rumahnya, kemudian tetangganya mengatakan kepadaku bahwa dia telah lama pindah.

Aku berdiri dalam keadaan antara putus asa dan harapan. Perasaan besarku mengatakan bahwa aku tidak akan dapat melihatnya lagi setelah hari itu, dan aku telah kehilangan laki-laki itu.

Saat aku kembali ke rumah pada suatu malam, di tengah-tengah gelapnya malam, tiba-tiba aku melewati sebuah jalan yang menyeramkan, dan sepi. Akan terbayang di benak orang-orang yang melihatnya bawa jalan itu adalah tempat jin, karena tidak ada seorang manusiapun di sana.

Aku merasa seakan-akan sedang menyelam di kedalaman lautan, dan seakan-akan ombaknya akan membuatku maju mundur. Dan tiba-tiba pula aku mendengar suara rintihan dari rumah di sepanjang jalan itu. Suara rintihan di tengah malam itu terdengar diucapkan berulang-ulang.

Hingga rintihan itu membekas dan mempengaruhi hatiku. Aku pun berkata di dalam hati, "Aduhai, betapa mengagumkan. Berapa banyak rahasia yang disimpan oleh malam ini?"

Aku telah berjanji kepada Allah bahwa aku akan membantu setiap orang susah yang aku lihat. Maka aku pun menempuh jalan menuju rumah itu. Aku mengetuk pintunya dengan lemah, lalu lebih kuat sedikit, dan akhirnya pintu itu dibuka oleh seorang bocah wanita yang masih kecil.

Aku mengamati dia, ternyata dia memegang sebuah lampu. Dia mengenakan pakaian yang compang-camping. Aku berkata kepadanya, "Apakah di tempat kalian ada orang yang sedang sakit?"

Lalu ia menghela nafas yang hampir memutuskan hatinya seraya berkata, "Ya. Tolonglah aku, sesungguhnya ayahku sedang berada dalam keadaan sakaratul maut."

Kemudian ia berjalan di depanku dan aku mengikutinya hingga berhenti di sebuah kamar dengan pintunya yang pendek. Aku masuk ke dalam, lalu terbayang olehku bahwa aku sedang masuk ke liang kuburan, bukan ke sebuah kamar, dan sedang menuju ke seorang mayit, bukan ke seorang yang sakit.

Aku mendekat kepadanya hingga aku berada di sampingnya. Tiba -tiba terlihat rangka dengan tulang belulang yang kembang kempis menarik nafas berulang-ulang. Aku meletakkan tanganku di atas keningnya, lalu ia pun membuka kedua matanya dan memandang wajahku dalam waktu yang lama. Barulah kemudian ia membuka kedua bibirnya dan berkata dengan suara yang lemah," Aku memanjatkan puji syukur kepada Allah, karena sesungguhnya aku telah mendapatkanmu, wahai sahabatku."

Lalu aku merasa seakan-akan hatiku terobek-robek. Aku mengetahui kalau aku ternyata secara kebetulan telah menemukan sahabatku yang hilang yang selama ini aku cari.

Ya, dia adalah sahabat yang bertahun-tahun kukenal, tetapi aku tidak mengenalnya lagi karena sakit dan sangat kurusnya dia.

Aku berkata kepadanya,"Ceritakan kisahmu kepadaku. Sampaikan kepadaku ceritamu!" Lalu ia berkata kepadaku, "Dengarkanlah aku!"

"Sejak bertahun-tahun aku dan ibuku tinggal di sebuah rumah, dan di samping kami terdapat seseorang yang kaya. Di dalam istananya itu terdapat seorang gadis yang sangat cantik, dan penyakit yang ada pada jiwaku yang ingin sekali mendapatkannya dan merindukannya tidak dapat aku tahan.

Aku terus mengawasi dan memperhatikannya. Aku menyelesaikan masalah-masalahnya, sehingga aku pun berhasil menjatuhkannya ke dalam perangkapku. Maka datanglah pada hatinya apa yang datang pada hatiku. Setelah aku berjanji kepadanya untuk menikahinya, aku melihatnya pada saat dia lengah dari berdzikir kepada Allah. Dia pun menyambutku dan aku berhasil mengendalikannya. Akhirnya, pada suatu hari aku merampas kehormatannya.

Beberapa hari kemudian aku mengetahui kalau di dalam perutnya terdapat sebuah janin yang bergerak-gerak. Aku sungguh menyesal dan bingung. Aku segera menjauhinya. Aku memutuskan tali cintanya. Aku meninggalkan rumahnya yang dulu sering kukunjungi, dan aku tidak lagi memikirkan tentangnya sedikit pun.

Kejadian itu telah berlalu beberapa tahun. Pada suatu hari datanglah tukang pos dengan membawa sebuah surat. Aku membukanya lalu membacanya. Ternyata perempuan itulah yang menulis surat kepadaku.

Surat itu berbunyi:

"Kalaulah aku menulis kepadamu untuk memperbaiki sebuah janji yang telah tenggelam atau cinta lama, maka demi Allah aku tidak akan menulis satu baris pun atau menggores satu huruf pun. Karena sesungguhnya aku yakin bahwa orang seperti kamu adalah seorang pengecut dan cintamu adalah cinta dusta yang berhak untuk tidak aku ingat. Aku akan sedih jika aku meminta semua itu untuk diperbaiki.

Sesungguhnya kamu mengetahui bagaimana kamu meninggalkanku, sedang di hadapanku terdapat api yang bergejolak dan sebuah janin yang bergerak-gerak.

Hatimu sedih, menyesali atas apa yang terjadi, dan takut terhadap masa depan, sehingga kamu tidak menghiraukanku. Kamu lari dariku supaya kamu tidak perlu membawa beban lantaran memandang dan merasakan kesengsaraan serta adzab, padahal kamulah penyebabnya, supaya tanganmu tidak terbebani untuk mengusap air mata yang telah kamu alirkan.

Maka, apakah setelah itu aku masih dapat membayangkan bahwa kamu adalah laki-laki yang mulia? Tidak, demi Allah, tidak! Bahkan aku tidak dapat menggambarkan bahwa kamu itu adalah seorang manusia.

Sesungguhnya kamu adalah seekor serigala yang berwujud manusia, karena kamu tidak meninggalkan satu celah dari celah-celah yang ada pada jiwa ternak betina yang sendirian lagi ketakutan kecuali kamu mengumpulkannya untuk kamu jadikan mangsa.

Kamu telah mengkhianatiku. Kamu telah berjanji untuk menikahiku, tapi ternyata kamu mengingkari janjimu itu.

Kamu melihat hatimu dan kamu mengatakan, 'Bagaimana kamu akan menikah dengan seorang wanita yang telah melakukan perbuatan zina? Padahal, tidaklah perbuatan dosa itu terjadi, kecuali telah dibuat oleh tanganmu dan kebejatan jiwamu. Kalaulah tidak karenamu, tentulah aku tidak melakukan perbuatan dosa dan tidak pula aku jatuh ke dalam perbuatan nista itu.

Sesungguhnya aku telah berusaha menolakmu, namun akhirnya aku tidak berdaya menghadapi perintahmu dan aku jatuh dihadapanmu sebagaimana jatuhnya seorang anak kecil.

Kamu telah mencuri kehormatanku, sehingga aku menjadi orang hina yang bersedih hati. Aku merasa berat untuk hidup, dan aku memohon untuk diperlambat datangnya ajal. Kenikmatan manakah yang masih ada bagi kehidupan seorang wanita yang masa depannya tidak dapat lagi menjadi seorang istri bagi seorang laki-laki, dan seorang ibu bagi anak-anak, bahkan tidak dapat lagi hidup di tengah-tengah masyarakat kecuali aku harus menundukkan kepala, menurunkan pelupuk mata, dan meletakkan pipi di atas telapak tangan?

Urat-uratku bergetar dan isi perutku mendidih karena takut dipermainkan oleh orang yang suka bermain-main dan ejekan orang-orang yang mengejek.

Kamu telah merampas kesenanganku dan menghancurkan hidupku. Kamu telah membunuhku dan membunuh kehormatan serta kesucianku. Bahkan kamu telah membunuh ibu dan bapakku, karena ibu-bapakku telah mati dan aku menduga sebab kematian mereka adalah karena mereka sangat bersedih hati atas hilangnya diriku.

Kamu telah membunuhku, karena kehidupan pahit yang aku minum dari gelasmu telah merasuk ke dalam tubuh dan jiwaku, dan menjadikan aku tergeletak di atas ranjang maut seperti lalat terbakar yang akan binasa secara perlahan-lahan.

Kamu telah lari dari rumah ayahku, karena kamu tidak mampu menghadap ke rumahku, ibuku, dan ayahku. Aku pergi ke sebuah rumah terpencil dan hidup dengan kehidupan yang hina. Aku telah bertaubat kepada Allah, dan sesungguhnya aku benar-benar berharap semoga Allah berkenan untuk menerima taubatku dan mengabulkan doaku, serta akan memindahkanku dari kampung kematian dan kesengsaraan menuju kampung kehidupan dan ketenangan.

Aku akan mati, sedangkan kamu adalah seorang pendusta, penipu, dan pencuri lagi pembunuh. Aku yakin bahwa Allah tidak akan membiarkanmu begitu saja tanpa mengambil hakku darimu.

Demi Allah, aku tidaklah menulis untuk memperbaiki ikatan janji denganmu atau melamar kasih sayangmu, karena kamu tidak layak bagiku untuk diperlakukan seperti itu.

Sesungguhnya aku telah berada di depan pintu kubur dan meninggalkan kehidupan bahagia dan sengsara di dunia. Aku tidak lagi mengharapkan cintanya, dan tidak ada keluasan bagiku menikmati dunia ini.

Sesungguhnya aku menulis surat ini kepadamu hanyalah karena aku mempunyai barang titipan untukmu, yaitu putrimu.

Meskipun rasa belas kasihan untukku telah hilang dari hatimu, namun sisakanlah sebuah kasih sayang untuknya sebagai seorang ayah. Terimalah ia, ambillah untukmu supaya ia tidak sengsara seperti yang telah diderita oleh ibunya sebelumnya."

Wanita itu pun mati dengan meninggalkan seorang putri di tempat yang terpencil ini. Ia mati dalam keadaan sendirian, tanpa sanak keluarga.

Aku belum selesai membaca surat itu tetapi aku melihat air mata sahabatku telah mengalir dari kedua pelupuk matanya, kemudian ia berkata, "Sesungguhnya aku, demi Allah, membaca surat itu dengan merasakan sebuah getaran berjalan di seluruh uratku dan terbayang olehku bahwa dadaku berusaha untuk lepas dari hatiku. Aku pun segera menuju ke rumahnya, yaitu rumah yang sekarang menjadi rumah tua ini.

Aku melihat wanita itu di dalam kamar ini. Dia tidur di atas ranjang ini pula dalam keadaan telah mati kaku, tidak bergerak lagi. Aku melihat anak perempuan kecil yang anda lihat tadi menangis atas kematian ibunya.

Aku membayangkan dosa-dosaku dalam keadaan pingsan, seakan-akan ia adalah binatang-binatang liar yang buas, yang menancapkan kukunya dan mempertajam taring-taringnya. Maka tidaklah aku sadar sampai aku berjanji kepada Allah untuk terus menetap (tinggal) di kamar yang aku namakan dengan kamar kesedihan ini, hingga aku dapat hidup sebagaimana hidupnya wanita itu dan aku mati sebagaimana ia telah mati.

Dan inilah aku, mati dalam keadaan ridha sekarang dan dalam keadaan gembira. Sesungguhnya aku telah bertaubat kepada Allah. Aku yakin dan percaya kepada Tuhanku bahwa Allah tidak akan menyelisihi apa yang telah dijanjikan kepadaku.

Barangkali adzab dan kelelahan yang aku derita serta rasa sakit dan kesengsaraan yang aku rasakan dapat menjadi penebus kesalahanku.

Wahai kaum pria yang berhati kuat, berlaku lemah lembutlah kalian kepada wanita-wanita yang berjiwa lemah. Sesungguhnya kalian tidak mengetahui ketika kalian membuat tipu daya di dalam kemuliaan mereka, hati manakah yang kamu sakiti, darah siapakah yang kamu tumpahkan, korban manakah yang kamu sergap? Dan kalian tidak mengetahui akibat pahit dari perbuatanmu yang tidak baik itu.

Wahai kaum wanita dan remaja putri, bangun dan sadarlah! Janganlah kalian terperdaya oleh janji-janji dusta dan ungkapan-ungkapan manis yang dilontarkan oleh serigala-serigala berwujud manusia yang siap memangsa.

Ingatlah selalu adzab Tuhanmu dan juga nilai kehormatanmu, kehormatan bapak-bapakmu, saudara-saudaramu, keluargamu dan kampung halamanmu. Ingatlah aib di dunia. Ingatlah pula cacat, kehancuran serta kehinaan di Akhirat.

Kisah ini dipetik dari kehidupan nyata. Wahai saudariku, anda dapat membayangkan akibat pahit yang dialami oleh putri kecil itu dan keluarga wanita itu, baik ibu atau ayahnya, ketika mereka kehilangan anak putrinya sedang mereka tidak mengetahui ke mana ia pergi.

Dan pemuda itu, tatkala ia kehilangan hidupnya. Padahal dia sangat mungkin dapat hidup bahagia seandainya ia mau berjalan di atas jalan yang benar sesuai dengan syariat. Jika ia mau melamar wanita ini dari orang tuanya dan menikah dengannya atau dengan yang lainnya, niscaya ia dapat hidup dengan rumah tangga yang sempurna, yang di dalamnya ia dapat beribadah kepada Tuhannya. Maka hatinya akan tenang dan tenteram. Dia pun dapat hidup berbahagia di dunia dan di Akhiratnya...............

Kisah ini dinukil dari Buku berjudul Saudariku......Kapan Kembali ke Jalan Tuhanmu?
Penulis Ummu Abdillah
Penerjemah Nur Qomari
Penerbit La Raiba Bima Amanta (elBA)

Saudariku, Kapan kembali ke Jalan Tuhanmu?

22 Desember 2009 jam 10:54

Tidak ada komentar:

Posting Komentar