Laman

Jumat, Agustus 05, 2011

Bismillah...Surah Al Hadid - Salman Al Utaybi



1. Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.


2. Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.


3. Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin (1453); dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.


[1453]. Yang dimaksud dengan: "Yang Awal" ialah, yang telah ada sebelum segala sesuatu ada, "Yang Akhir" ialah yang tetap ada setelah segala sesuatu musnah, "Yang Zhahir" ialah, Yang nyata adanya karena banyak bukti-buktinya dan "Yang Bathin" ialah yang tak dapat digambarkan hikmat zat-Nya oleh akal.


4. Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas 'arsy (1454) Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya (l455). Dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.


[1454]. Lihat not no. [548]. [1455]. Yang dimaksud dengan "yang naik kepada-Nya" antara lain amal-amal dan do'a-do'a hamba.


5. Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan.


6. Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam (1456). Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati.


[1456]. Yang dimaksud dengan "memasukkan malam ke dalam siang" yang menjadikan malam lebih panjang dari siang, dan "memasukkan siang ke dalam malam" ialah menjadikan siang lebih panjang dari malam. Sebagai yang terjadi pada musim panas dan dingin.


7. Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya (l457). Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.


[1457]. Yang dimaksud dengan menguasai di sini ialah penguasaan yang bukan secara mutlak. Hak milik pada hakikatnya adalah pada Allah. Manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah. Karena itu tidaklah boleh kikir dan boros.


8. Dan mengapa kamu tidak beriman kepada Allah padahal Rasul menyeru kamu supaya kamu beriman kepada Tuhanmu. Dan sesungguhnya Dia telah mengambil perjanjianmu jika kamu adalah orang-orang yang beriman (l458).


[1458]. Yang dimaksud dengan perjanjianmu ialah perjanjian ruh Bani Adam sebelum dilahirkan ke dunia bahwa dia mengakui (naik saksi), bahwa Tuhan-nya ialah Allah, seperti tersebut dalam ayat 172 surat Al A'raaf.


9. Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang (Al-Quraan) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Penyantun lagi Maha Penyayang terhadapmu.


10. Dan mengapa kamu tidak menafkahkan (sebagian hartamu) pada jalan Allah, padahal Allah-lah yang mempusakai (mempunyai) langit dan bumi? Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tingi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.


11. Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.


12. (yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mu'min laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada meraka): "Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar".


13. Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman: "Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebahagian dari cahayamu". Dikatakan (kepada mereka): "Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu)". Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa.


14. Orang-orang munafik itu memanggil mereka (orang-orang mu'min) seraya berkata: "Bukankah kami dahulu bersama-sama dengan kamu?" Mereka menjawab: "Benar, tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri dan menunggu (kehancuran kami) dan kamu ragu-ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan Allah;dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh (syaitan) yang amat penipu.


15. Maka pada hari ini tidak diterima tebusan dari kamu dan tidak pula dari orang-orang kafir. Tempat kamu ialah neraka. Dialah tempat berlindungmu. Dan dia adalah sejahat-jahat tempat kembali".


16. Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.


17. Ketahuilah olehmu bahwa sesungguhnya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran (Kami) supaya kamu memikirkannya.


18. Sesungguhnya orang-orang yang membenarkan (Allah dan Rasul-Nya) baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakan (pembayarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.


19. Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka itu orang-orang Shiddiqien (1459) dan orang-orang yang menjadi saksi di sisi Tuhan mereka. Bagi mereka pahala dan cahaya mereka. Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni-penghuni neraka.


[1459]. Lihat not no. [314].

Surah An-Nisa (69) [314] Ialah : orang-orang yang amat teguh kepercayaannya kepada kebenaran Rasul, dan inilah orang-orang yang dianugerahi ni'mat sebagaimana yang tersebut dalam ayat 7 surat Al Faatihah.




20. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.


21. Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.




22. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
 
23. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira (1460) terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,


[1460]. Yang dimaksud dengan terlalu gembira: ialah gembira yang melampaui batas yang menyebabkan kesombongan, ketakaburan dan lupa kepada Allah.


24. (yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) maka sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.


25. Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.

26. Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh dan Ibrahim dan Kami jadikan kepada keturunan keduanya kenabian dan Al Kitab, maka di antara mereka ada yang menerima petunjuk dan banyak di antara mereka fasik.



27. Kemudian Kami iringi di belakang mereka dengan rasul-rasul Kami dan Kami iringi (pula) dengan Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah (1461) padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasik.



[1461]. Yang dimaksud dengan Rahbaniyah ialah tidak beristeri atau tidak bersuami dan mengurung diri dalam biara.


28. Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.



29. (Kami terangkan yang demikian itu) supaya ahli Kitab mengetahui bahwa mereka tiada mendapat sedikitpun akan karunia Allah (jika mereka tidak beriman kepada Muhammad), dan bahwasanya karunia itu adalah di tangan Allah. Dia berikan karunia itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar


Bismillah...Surah 11 Hud, Ayat 25-44, Salmaan Al Utaybi


25. Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu,


26. agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan".


27. Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta".


28. Berkata Nuh: "Hai kaumku, bagaimana pikiranmu, jika aku ada mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku, dan diberinya aku rahmat dari sisi-Nya, tetapi rahmat itu disamarkan bagimu. Apa akan kami paksakankah kamu menerimanya, padahal kamu tiada menyukainya?"


29. Dan (dia berkata): "Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku memandangmu suatu kaum yang tidak mengetahui".


30. Dan (dia berkata): "Hai kaumku, siapakah yang akan menolongku dari (azab) Allah jika aku mengusir mereka. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran? [717]


[717] Kata-kata ini diucapkan oleh Nabi Nuh a.s. sewaktu dia didesak oleh golongan kafir yang kaya dari kaumnya untuk mengusir golongan yang beriman, tidak berada, miskin dan papa.


31. Dan aku tidak mengatakan kepada kamu (bahwa): "Aku mempunyai gudang-gudang rezki dan kekayaan dari Allah, dan aku tiada mengetahui yang ghaib", dan tidak (pula) aku mengatakan: "Bahwa sesungguhnya aku adalah malaikat", dan tidak juga aku mengatakan kepada orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu: "Sekali-kali Allah tidak akan mendatangkan kebaikan kepada mereka". Allah lebih mengetahui apa yang ada pada diri mereka; sesungguhnya aku, kalau begitu benar-benar termasuk orang-orang yang zalim.


32. Mereka berkata "Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar".


33. Nuh menjawab: "Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab itu kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan diri.


34. Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasehatku jika aku hendak memberi nasehat kepada kamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu, Dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan".


35. Malahan kaum Nuh itu berkata: "Dia cuma membuat-buat nasihatnya saja". Katakanlah: "Jika aku membuat-buat nasihat itu, maka hanya akulah yang memikul dosaku, dan aku berlepas diri dari dosa yang kamu perbuat".


36. Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan.


37. Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim itu; sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.


38. Dan mulailah Nuh membuat bahtera. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan meliwati Nuh, mereka mengejeknya. Berkatalah Nuh: "Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami).


39. Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakannya dan yang akan ditimpa azab yang kekal."


40. Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur [718] telah memancarkan air, Kami berfirman: "Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman." Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit.


[718] Yang dimaksud dengan dapur ialah permukaan bumi yang memancarkan air hingga menyebabkan timbulnya taufan.


41. Dan Nuh berkata: "Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya." Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.


42. Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya [719] sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir."


[719] Nama anak Nabi Nuh a.s. yang kafir itu "Qanaan", sedang putra-putranya yang beriman ialah: Sam, Ham dan Jafits.


43. Anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata: "Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang". Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.


44. Dan difirmankan: "Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah," dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan [720] dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi [721], dan dikatakan: "Binasalah orang-orang yang zalim ."


[720] Ya'ni: Allah telah melaksanakan janjinya dengan membinasakan orang-orang yang kafir kepada Nabi Nuh a.s. dan menyelamatkan orang-orang yang beriman.


[721] Bukit "Judi" terletak di Armenia sebelah selatan, berbatasan dengan Mesopotamia.

Bismillah QS Al-Insan (1-31)


1. Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?




2. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur(1536) yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.


[1536] Maksudnya: bercampur antara benih lelaki dengan perempuan




3. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.




4. Sesungguhnya Kami menyediakan bagi orang-orang kafir rantai, belenggu dan neraka yang menyala-nyala.




5. Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur(1537),


[1537] Kafur ialah nama suatu mata air di surga yang airnya putih dan baunya sedap serta enak sekali rasanya.




6. (yaitu) mata air (dalam surga) yang daripadanya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya.




7. Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.




8. Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.




9. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.




10. Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.




11. Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati.




12. Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera,




13. di dalamnya mereka duduk bertelakan di atas dipan, mereka tidak merasakan di dalamnya (teriknya) matahari dan tidak pula dingin yang bersangatan.




14. Dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka dan buahnya dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya.




15. Dan diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan piala-piala yang bening laksana kaca,




16. (yaitu) kaca-kaca (yang terbuat) dari perak yang telah diukur mereka dengan sebaik-baiknya.




17. Di dalam syurga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe.




18. (Yang didatangkan dari) sebuah mata air surga yang dinamakan salsabil.




19. Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda. Apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka, mutiara yang bertaburan.




20. Dan apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan melihat berbagai macam keni'matan dan kerajaan yang besar.




21. Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak, dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih.




22. Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usahamu adalah disyukuri (diberi balasan).




23. Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur'an kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur.




24. Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antar mereka.




25. Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang.




26. Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari.




27. Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memperdulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat (hari akhirat).




28. Kami telah menciptakan mereka dan menguatkan persendian tubuh mereka, apabila Kami menghendaki, Kami sungguh-sungguh mengganti (mereka) dengan orang-orang yang serupa dengan mereka.




29. Sesungguhnya (ayat-ayat) ini adalah suatu peringatan, maka barangsiapa menghendaki (kebaikan bagi dirinya) niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya.




30. Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.


31. Dan memasukkan siapa yang dikehendakiNya ke dalam rahmat-Nya (surga). Dan bagi orang-orang zalim disediakan-Nya azab yang pedih.

Kamis, Agustus 04, 2011

Berhasil Meraih Akreditasi




Pondok Pesantren Imam Bukhari

Berhasil Meraih Akreditasi

Universitas Islam Madinah Saudi Arabia



Bulan Juli 2011, merupakan bulan bersejarah bagi Pondok Pesantren Imam Bukhari, sebab pada bulan tersebut terwujudnya usaha keras Pondok Pesantren Imam Bukhari meraih akreditasi di Universitas Islam Madinah (UIM) di Madinah Munawaroh Saudi Arabia.



Dengan demikian, ijazah Pondok Pesantren Imam Bukhari secara resmi diakui standar kelulusannya oleh Universitas Islam Madinah. Hal ini sekaligus menjadi tantangan bagi para asatidzah dan seluruh santri Pondok Pesantren Imam Bukhari untuk lebih sungguh-sungguh dalam belajar, sebab untuk bisa mendaftar di UIM minimal predikatnya harus jayid jiddan/baik sekali.



Keberhasilan ini tidak lepas dari Anugerah dari Allah Ta'ala, kemudian upaya dan kerja keras dari seluruh civitas Pondok Pesantren Imam Bukhari setelah melalui proses yang panjang dan penuh dinamika.



Dimulai tahun 2005 dengan mengisi formulir permohonan dan menyusun proposal mu'adalah (akreditasi), semua pihak terlibat dalam penyusunan proposal tersebut, khususnya para asatidzah.



Dengan rasa penuh harap dan doa, proposal di koreksi sampai puluhan kali sebelum di kirim kepada rektorat UIM. Akhirnya pada Januari 2007 proposal selesai disusun beserta persyaratan administrasi lainnya dan dikirim ke UIM.



Tak ada gading yang tak retak, demikian pula proposal yang sudah dikirim ke UIM masih harus dilakukan perbaikan dan koreksi di sana-sini. Sebab referensi yang terbatas menyebabkan proposal masih ada yang kurang memenuhi persyaratan. Akhirnya dengan berjibaku, karena mengejar waktu dan kesempatan, koreksi proposal dilakukan dengan banyak berkomunikasi dengan ustadz Anas Burhanuddin, Lc (sekarang MA) di Madinah melalui email, SMS, chating, dan sesekali telpon, alhamdulillah proposal berhasil diselesaikan pada Juni 2007.



Selang beberapa waktu, kabar yang kita terima bahwa proposal sudah masuk lajnah kerajaan untuk mendapatkan persetujuan dari pemerintah Saudi Arabia. Sampai pada akhirnya pada tanggal 8 Pebruari 2010 pihak UIM melakukan kunjungan resmi bersamaan dengan diselenggarakannya daurah dan muqobalah di Indonesia. Dan Pondok Pesantren Imam Bukhari sebagai salah satu pesantren yang mendapatkan kunjungan dari panitia penerimaan mahasiswa baru UIM tahun pelajaran 2009-2010. Beliau yang berkenan hadir adalah Syeikh Doktor Abdul Hayyi Fallatah dan Syeikh Husain bin Nafa’ al Jabiri.



Ada yang menarik pada kesempatan itu, bahwa salah satu santri lulusan Imam Bukhari bisa diterima sebagai salah satu mahasiswa baru UIM Tahun Pelajaran 2010-2011 namun belum ada kabar bahwa akreditasi sudah di sahkan. Informasi yang sampai ke kami bahwa sebenarnya mu'adalah (akreditasi) sudah memenuhi syarat dan bisa di sahkan, hanya menunggu pengesahan di atas kertas saja, karena dengan diterimanya salah satu santri lulusan Imam Bukhari berarti sudah diakuinya secara tidak langsung ijazah dan standar kelulusannya.



Dengan berbagai upaya untuk menagih SK pengesahan tersebut, mulai dari setiap saat menanyakan kepada bagian penerimaan mahasiswa baru sampai mengutus secara khusus beberapa ustadz datang langsung menemui rektorat. Setelah beberapa kali datang dan untuk kesekian kalinya tidak bisa bertemu langsung dengan kepala bagian penerimaan mahasiswa baru, maka pada tanggal 10 Mei 2010 ustadz Abu Abbad berhasil betemu dengan salah satu staf kantor dan menyampaikan maksud kedatangannya. Alhamdulillah kedatangan ustadz Abu Abbad mendapatkan sambutan yang positif, dan menurut beliau bahwa Pondok Pesantren Imam Bukhari sudah makruf dikalangan dosen di UIM.



Pada pertemuan tersebut Syeikh berjanji untuk segera membantu pengesahan akreditasi Pondok Pesantren Imam Bukhari dan penerbitan SK muadalah (akreditasinya).



Akhirnya pada tanggal 31 Juli 2011 Surat Keputusan Muadalah (akreditasi) Pondok Pesantren Imam Bukhari disahkan dan ditandatangani oleh Syeikh Doktor Ubaid Ali bin Ali al-Ubaid, 'Amid Qobul wa Tasjil (Kepala Bagian Penerimaan Mahasiswa Baru)



Begitu kabar tersebut sampai kepada kami melalui Mudir Ma’had Imam Bukhari ustadz Ahmas Faiz Asifuddin, MA sontak kami sangat bersuka cita dan sujud syukur kepada Allah Ta'ala yang dengan izinNya, cita-cita muadalah Pondok Pesantren Imam Bukhari terwujud menjelang bulan suci Ramadhan 1432 H. Alhamdulillah.

http://bukhari.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=36:akreditasi&catid=1:berita-pondok&Itemid=4
Kebodohan Hakiki! Pelaku Maksiat Adalah Orang yang Bodoh di Sisi Allah…!!!


Thursday, 09 June 2011 06:34 administrator

Pelaku maksiat adalah orang yang bodoh di sisi Allah…!!!



Meskipun…. Ia adalah seorang yang hafal Qur'aan..



Meskipun ia seorang berilmu agama…., bahkan…



Meskipun ia adalah seorang ustadz panutan masyarakat..!!!



Meskipun ia merasa dirinya pintar…!!!



Allah berfirman :



إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا



Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, Maka mereka Itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS An-Nisaa : 17)





Abul 'Aaliyah berkata, "Aku bertanya kepada para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang ayat ini maka mereka berkata kepadaku, كُلُّ مَنْ عَصَى اللهَ فَهُوَ جَاهِلٌ ((Siapa saja yang bermaksiat kepada Allah maka ia adalah orang jahil/bodoh))" (Lihat Tafsiir At-Thobari 8/89)



Demikian pula perkataan para mufassirin (ahli tafsir). Ibnu Abbaas radhiallahu 'anhumaa berkata, مَنْ عَمِلَ السُّوْءَ فَهُوَ جَاهِلٌ، مِنْ جَهَالَتِهِ عَمِلَ السُّوْءِ ((Barangsiapa yang melakukan keburukan/maksiat maka ia adalah orang jahil, karena kebodohannya maka ia melakukan kemaksiatan)) (Tafsiir At-Thobari 8/90)



Mujahid berkata, كُلُّ مَنْ عَصَى رَبَّهُ فَهُوَ جَاهِلٌ حَتَّى يَنْزِعَ عَنْ مَعْصِيَتِهِ ((Setiap orang yang bermaksiat kepada Robbnya maka ia adalah orang jahil hingga ia meninggalkan kemaksiatannya tersebut)) (Tafsiir At-Thobari 8/89)



Allah juga menekankan hal ini dalam ayat-ayat yang lain, yaitu firmanNya :



أَنَّهُ مَنْ عَمِلَ مِنْكُمْ سُوءًا بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَصْلَحَ فَأَنَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ



Bahwasanya barang siapa di antara kalian yang berbuat keburukan dengan kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan Mengadakan perbaikan, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al-An'aam ; 54)



Allah juga berfirman :



ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ عَمِلُوا السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ



Kemudian, Sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan dengan kebodohannya, kemudian mereka bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), Sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS An-Nahl : 119)



Para pembaca yang budiman, ayat-ayat di atas menunjukan bahwa setiap orang yang melakukan kemaksiatan adalah orang yang pada hakekatnya bodoh hingga ia meninggalkan kemaksiatan tersebut.



Dan kebodohan yang disebutkan dalam ayat ini yang menjangkiti pelaku kemaksiatan bukanlah kebodohan atau ketidaktahuan akan hukum kemaksiatan yang ia lakukan. Karena jika seseorang tidak mengetahui bahwa perbuatan yang dilakukannya tersebut merupakan kemaksiatan maka tentunya ia tidak akan dihukumi oleh Allah. Akan tetapi yang dimaksud dengan kebodohan di dalam ayat ini adalah kebodohan yang hakiki.



Hakekat kebodohannya –sebagaimana keterangan para ulama- bisa ditinjau dari beberapa sisi, diantaranya :



- Tatkala bermaksiat sesungguhnya ia bodoh bahwasanya Allah sedang melihatnya, dan sedang mengawasinya, dan mencatat seluruh perbuatan maksiatnya tersebut



- Ia bodoh akan akibat buruk yang timbul dari perbuatan maksiatnya tersebut, diantaranya berkurangnya imannya atau bisa jadi menyebabkan hilangnya keimanannya



- Ia bodoh bahwasanya perbuatannya tersebut menyebabkan kemurkaan Allah



- Ia bodoh bahwasanya perbuatannya tersebut bisa menyebabkan siksaan yang pedih di akhirat kelak (Lihat penjelasan Syaikh As-Sa'di dalam tafsirnya hal 171)



- Terlebih lagi ia semakin bodoh jika telah mengetahui perkara-perkara di atas, kemudian masih nekat mendahulukan hawa nafsunya. Ia sangatlah bodoh dan dungu takala mengetahui bahwa kenikmatan yang ia rasakan dengan berbuat kemaksiatan tersebut hanyalah sesaat dengan harus merelakan kenikmatan abadi yang ada di akhirat. Semua orang sepakat bahwa orang yang mendahulukan kenikmatan sesaat dan sedikit di atas kenikmatan yang abadi dan berlimpah ruah adalah orang yang bodoh dan dungu. (Lihat penjelasan Al-baghowi dalam tafsirnya 2/184 dan Ar-Roozi dalam tafsirnya 13/6).



- Tidaklah ia menjadi demikian dungunya kecuali tatkala ia dikuasai oleh hawa nafsu dan syahwatnya sehingga akal pikirannya dikendalikan oleh syahwatnya. Jadilah ia dungu dan bodoh tidak berakal bahkan menjadi budak syahwat dan nafsunya (Lihat penjelasan Abu Hayyaan Al-Andalusi dalam tafsiir Al-Bahr Al-Muhiith 3/207)



Demikianlah para pembaca yang budiman, orang yang sedang bermaksiat kepada Allah pada hakekatnya ia sedang dungu dan bodoh dengan hal-hal di atas. Yang semua kebodohan itu kembali kepada kurangnya rasa khosyah (takut) kepada Allah. Ibnu Taimiyyah berkata :



"Sesungguhnya ia (pelaku maksiat) menjadi bodoh karena kurangnya rasa khosyahnya kepada Allah, karena kalau seandainya rasa takutnya kepada Allah sempurna maka ia tidak akan bermaksiat. Karenanya Ibnu Mas'uud radhiallahu 'anhu berkata, كَفَ بِخَشْيَةِ اللهِ عِلْمًا وَكَفَى بِالاِغْتِرَارِ بِاللهِ جَهْلاً "Cukuplah dengan rasa khosyah kepada Allah sebagai ilmu, dan cukuplah sikap terpedaya (oleh syaitan dari mentaati Allah) merupakan kebodohan" (Al-iimaan Al-kabiir hal 22)



Oleh karenanya sebagaimana tidak adanya rasa khosyah kepada Allah sehingga terjerumus dalam kemaksiatan merupakan kebodohan yang hakiki, maka rasa khosyah kepada Allah itulah ilmu yang hakiki. Allah berfirman



إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ



Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah para ulama (QS Faathir : 28)



Allah juga berfirman



أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ



(Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS Az-Zumar : 9)



Orang yang takut kepada 'adzab akhirat itulah orang yang memiliki hakekat ilmu dan telah terlepas dari kebodohan yang hakiki, yaitu orang yang mengetahui kebesaran Allah dan mendahulukan kehidupan akhirat yang abadi di atas kenikmatan yang semu dan fanaa… yang beriman akan janji-janji Allah, dan bukanlah orang yang terpedaya dan menjadi budak syahwatnya sehingga mendahulukan kenikmatan sementara di atas kenikmatan abadi.



Allah berfirman



فَأَمَّا مَنْ طَغَى (٣٧)وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (٣٨)فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى (٣٩)وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى (٤٠)فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى



Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Dan Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya). (QS An-Naazi'aat : 37-41)



Allah juga berfirman :



وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ



Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua syurga (QS Ar-Rahmaan : 46)



Mujahid berkata tentang ayat ini ; "Yaitu seseorang yang hendak melakukan dosa lalu iapun mengingat kebesaran Allah maka iapun meninggalkan perbuatan dosa tersebut" (Lihat Tafsiir At-Thobari 23/56)



Para pembaca yang budiman…. Marilah kita merenungkan tentang amal perbuatan kita… marilah kita hisab dan ingat-ingat kembali dosa-dosa yang telah dan sedang kita lakukan… semuanya telah kita lakukan di atas kedunguan dan kebodohan kita… kebodohan yang hakiki… yang mau tidak mau telah sering menjangkiti diri kita…



Sungguh….betapa banyak orang yang sering mengikuti kajian islami dan mendengar nasehat-nasehat para ustadz, dan bahkan nasehat dan wejangan para ulama akan tetapi …



- mereka tidak bisa menjaga lisan mereka… ghibah adalah bumbu dan penyedap hidangan majelis-majelis mereka



- mereka tidak bisa menjaga hati mereka… sehingga hasad, dengki, berburuk sangka… senantiasa mengintai lubuk hati mereka



- mereka tidak bisa menjaga pandangan mereka… sehingga memandang hal-hal yang haram dan tidak halal bagi mereka…, seungguh betapa banya kaum lelaki yang tidak bisa menjaga pandangan mereka padahal mereka telah beristri… mereka telah diberi karunia yang halal dari Allah… lantas merekapun mencari kenikmatan dengan memandang perkara-perkara yang haram bagi mereka…



Semoga Allah menjauhkan kita dari kebodohan yang hakiki dan memberikan kita ilmu yang hakiki hingga kita bertemu dengan Nya… aamiiin ya Robbal 'Aaalamiiin







Madinah, 06 07 1432 begin_of_the_skype_highlighting 06 07 1432 end_of_the_skype_highlighting H / 08 06 2011 M



Abu Abdilmuhsin Firanda



www.firanda.com


_______________________________
foto Bukit Tinggi Sumatera Indonesia....
Mencari Orang yang Jujur itu Sulit


Minggu, 24 Juli 2011 07:00

Mencari orang yang jujur di zaman ini amatlah sulit. Sampai pun ia rajin shalat, jidadnya terlihat rajin sujud (karena saking hitamnya), belum tentu bisa memegang amanat dengan baik. Ada cerita yang kami saksikan di desa kami.

Seorang takmir masjid yang kalau secara lahiriyah nampak alim, juga rajin menghidupkan masjid. Namun belangnya suatu saat ketahuan. Ketika warga miskin mendapat jatah zakat dan disalurkan lewat dirinya, memang betul amplop zakat sampai ke tangan si miskin. Tetapi di balik itu setelah penyerahan, ia berkata pada warga, "Amplopnya silakan buka di rumah (isinya 100.000 per amplop). Namun kembalikan untuk saya 20.000." Artinya, setiap amplop yang diserahkan asalnya 100.000, namun dipotong sehingga tiap orang hanya mendapatkan zakat 80.000. Padahal dari segi penampilan tidak ada yang menyangka dia adalah orang yang suka korupsi seperti itu. Tetapi syukurlah, Allah menampakkan belangnya sehingga kita jadi tahu tidak selamanya orang yang mengurus masjid itu termasuk orang-orang yang jujur.



Perintah untuk Berlaku Jujur



Dalam beberapa ayat, Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk berlaku jujur. Di antaranya pada firman Allah Ta’ala,



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ



“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur.” (QS. At Taubah: 119).



Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,



فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ

“Tetapi jikalau mereka berlaku jujur pada Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad: 21)



Dalam hadits dari sahabat 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu juga dijelaskan keutamaan sikap jujur dan bahaya sikap dusta. Ibnu Mas’ud menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,



عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا



“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Muslim no. 2607)



Begitu pula dalam hadits dari Al Hasan bin ‘Ali, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,



دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ



“Tinggalkanlah yang meragukanmu pada apa yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran lebih menenangkan jiwa, sedangkan dusta (menipu) akan menggelisahkan jiwa.” (HR. Tirmidzi no. 2518 dan Ahmad 1/200, hasan shahih). Jujur adalah suatu kebaikan sedangkan dusta (menipu) adalah suatu kejelekan. Yang namanya kebaikan pasti selalu mendatangkan ketenangan, sebaliknya kejelekan selalu membawa kegelisahan dalam jiwa.



Basyr Al Haafi berkata,



من عامل الله بالصدق، استوحش من الناس



"Barangsiapa yang berinteraksi dengan Allah dengan penuh kejujuran, maka manusia akan menjauhinya." (Mukhtashor Minhajil Qoshidin, 351). Karena memang jujur itu begitu asing saat ini, sehingga orang yang jujur dianggap aneh.



Perintah untuk Menjaga Amanat



Allah Ta'ala berfirman,



إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا



"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya" (QS. An Nisa': 58)



Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,



أَدِّ الأَمَانَةَ إِلَى مَنِ ائْتَمَنَكَ



"Tunaikanlah amanat kepada orang yang menitipkan amanat padamu." (HR. Abu Daud no. 3535 dan At Tirmidzi no. 1624, hasan shahih)



Khianat ketika diberi amanat adalah di antara tanda munafik. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,



آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ



"Ada tiga tanda munafik: jika berkata, ia dusta; jika berjanji, ia mengingkari; dan jika diberi amanat, ia khianat." (HR. Bukhari no. 33)



Jadi, jika dititipi amanat, jagalah amanat tersebut itu dengan baik. Jangan sampai dikorupsi, jangan sampai dikurangi dan masuk kantong sendiri. Ingatlah ancaman dalam dalil di atas sebagaimana dikata munafik.



Kunci Utama



Kunci utama agar kita menjaga amanat ketika dititipi uang misalnya, sehingga tidak dikorupsi atau dikurangi adalah dengan memahami takdir ilahi. Ingatlah bahwa setiap orang telah ditetapkan rizkinya. Allah tetapkan rizki tersebut dengan adil, ada yang kaya dan ada yang miskin. Allah tetapkan ada yang berkelebihan harta dari lainnya, itu semua dengan kehendak Allah karena Dia tahu manakah yang terbaik untuk hamba-Nya. Sehingga kita hendaklah mensyukuri apa yang Allah beri walaupun itu sedikit.



اللهُ لَطِيفٌ بِعِبَادِهِ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ القَوِيُّ العَزِيزُ

“Allah Maha lembut terhadap hamba-hamba-Nya; Dia memberi rezki kepada yang di kehendaki-Nya dan Dialah yang Maha kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Asy Syura: 19)



Allah Ta'ala berfirman,



وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ



“Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syuraa: 27) Ibnu Katsir rahimahullah lantas menjelaskan,“Seandainya Allah memberi hamba tersebut rizki lebih dari yang mereka butuh , tentu mereka akan melampaui batas, berlaku kurang ajar satu dan lainnya, serta akan bertingkah sombong.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12/278)



Jika setiap orang memahami hal di atas, maka sungguh ia tidak akan korupsi, tidak akan menipu dan lari dari amanat. Realita yang kami saksikan sendiri menunjukkan bahwa mencari orang yang jujur itu amat sulit di zaman ini. Kita butuh menyeleksi dengan baik jika memberi amanat pada orang lain. Hanya dengan modal iman dan takwa-lah serta merasa takut pada Allah, kita bisa memiliki sifat jujur dan amanat.







Moga Allah Memberi Akhlak Mulia

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلاَقِ وَالأَعْمَالِ وَالأَهْوَاءِ

“Allahumma inni a’udzu bika min munkarotil akhlaaqi wal a’maali wal ahwaa’ [Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari akhlaq, amal dan hawa nafsu yang mungkar].” (HR. Tirmidzi no. 3591, shahih)

Wallahu waliyyut taufiq.



Diselesaikan di Warak, Desa Girisekar, Panggang-Gunung Kidul setelah shalat Shubuh

22 Sya'ban 1432 H, 24/07/2011

www.rumaysho.com





--------------------------------------------------------------------------------

Masjid Kristal Terengganu Malaysia....

Teladan Semangat dalam Berderma

 
 
 
Teladan Semangat dalam Berderma


Rabu, 03 Agustus 2011 15:00

Teladan terbaik bagi kita adalah dari Rasul kita -Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam-. Kita akan saksikan bagaimana Nabi kita shallallahu 'alaihi wa sallam memberi contoh bagaimana semangat beliau dalam berderma, lebih-lebih lagi ketika di bulan penuh berkah, bulan Ramadhan.



Dari Anas bin Malik, ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik dan paling semangat serta yang lebih semangat untuk berderma." (HR. Bukhari dan Muslim)



Dari Shofwan bin Umayyah, ia berkata, “Sungguh Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memberiku sesuatu yang belum pernah kuperoleh. Padahal awalnya beliau adalah orang yang paling kubenci. Beliau terus berderma untukku sehingga beliau lah saat ini yang paling kucintai.” (HR. Ibnu Hibban, shahih).



Ibnu Syihab berkata bahwa pada saat perang Hunain, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan Shofwan 100 hewan ternak, kemudian beliau memberinya 100 dan menambah 100 lagi. Juga disebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberi Shofwan unta dan hewan ternak sepenuh lembah, lantas Shofwan berkata, “Aku bersaksi bahwa tidak ada orang yang sebaik ini melainkan dia adalah seorang Nabi.”



Dari Jabir, ia berkata, “Tidaklah Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam diminta sesuatu lalu beliau menjawab, “Tidak.” Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengatakan pada Jabir, “Seandainya datang padaku harta, melainkan aku akan memberimu seukuran dua telapak tangan penuh seperti ini (beliau menyebutkan tiga kali). Beliau berkata, “Yaitu dengan dua telapak tangan semuanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)



Dalam hadits riwayat Muslim diperlihatkan bagaimanakah semangat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam berderma. Jika ada yang meminta sesuatu, pasti beliau shallallahu 'alaihi wa sallam akan memberinya. Maka ketika itu ada seseorang yang menghadap Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau memberinya kambing yang ada di antara dua bukit. Lantas orang yang telah memperoleh kambing tadi kembali ke kaumnya dan berkata, “Wahai kaumku, masuklah Islam. Karena Muhammad kalau memberi sesuatu, ia sama sekali tidak khawatir akan jatuh miskin.”



Ibnu Rajab dalam Lathoif Al Ma'arif mengatakan, “Demikianlah kedermawanan Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam. Semuanya beliau lakukan ikhlas karena Allah dan ingin mengharapkan ridho-Nya. Beliau sedekahkan hartanya, bisa jadi kepada orang fakir, orang yang butuh, atau beliau infakkan di jalan Allah, atau beliau memberi untuk membuat hati orang lain tertarik pada Islam. Beliau mengeluarkan sedekah-sedekah tadi dan lebih mengutamakan dari diri beliau sendiri, padahal beliau sendiri butuh.. ... Sampai-sampai jika kita perhatikan bagaimana keadaan dapur beliau, satu atau dua bulan kadang tidak terdapat nyala api. Suatu waktu pula beliau shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menahan lapar dengan mengikat batu pada perutnya.” Lihatlah bagaimana kedermawanan beliau yang luar biasa meskipun dalam keadaan hidup yang pas-pasan? Bagaimana lagi dengan kita yang diberi keluasan harta?!



Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih banyak lagi melakukan kebaikan di bulan Ramadhan. Beliau memperbanyak sedekah, berbuat baik, membaca Al Qur’an, shalat, dzikir dan i’tikaf.” (Zaadul Ma'ad, 2/25)



Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling gemar melakukan kebaikan. Kedermawanan (kebaikan) yang beliau lakukan lebih lagi di bulan Ramadhan yaitu ketika Jibril ‘alaihis salam menemui beliau. Jibril ‘alaihis salam datang menemui beliau pada setiap malam di bulan Ramadhan (untuk membacakan Al Qur'an) hingga Al Qur'an selesai dibacakan untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Apabila Jibril ‘alaihi salam datang menemuinya, tatkala itu beliau adalah orang yang lebih cepat dalam kebaikan dari angin yang berhembus.” (HR. Bukhari dan Muslim)



Kenapa bisa sampai banyak berderma di bulan Ramadhan memiliki keutamaan?



Dengan banyak berderma seperti melalui memberi makan berbuka dan sedekah sunnah dibarengi dengan berpuasa, itulah jalan menuju surga. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ‘Ali, ia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang mana bagian luarnya terlihat dari bagian dalam dan bagian dalamnya terlihat dari bagian luarnya." Lantas seorang arab baduwi berdiri sambil berkata, "Bagi siapakah kamar-kamar itu diperuntukkan wahai Rasululullah?" Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: "Untuk orang yang berkata benar, yang memberi makan, dan yang senantiasa berpuasa dan shalat pada malam hari diwaktu manusia pada tidur." (HR. Tirmidzi, hasan). Semua amalan yang disebutkan dalam hadits ini terdapat pada amalan puasa di bulan Ramadhan. Karena di bulan Ramadhan kita diperintahkan untuk berkata yang baik, bersedekah dengan memberi makan dan shalat malam. Para ulama memisalkan, “Shalat malam itu mengantarkan kepada separuh jalan menuju kerajaan kebahagiaan. Puasa itu mengantarkan pada depan pintunya. Sedangkan sedekah memasukkan ia pada pintu bahagia.”



Hikmah lain dari bersedekah di bulan Ramadhan disebutkan oleh Ibnu Rajab. Beliau rahimahullah mengatakan dalam Lathoif, “Dalam puasa pastilah ada celah atau kekurangan. ... Sedekah itulah yang menutupi atau menambal kekurangan yang ada.” Oleh karena itu, di akhir Ramadhan kaum muslimin diwajibkan menunaikan zakat fithri dalam rangka untuk menambal kekurangan yang ada ketika melakukan puasa sebulan penuh.



Imam Asy Syafi'i juga menyebutkan faedah dari amalan banyak bersedekah di bulan Ramadhan. Beliau berkata, “Sesuatu yang paling disukai pada seseorang adalah ketika ia menambah amalan untuk banyak berderma di bulan Ramadhan. Hal ini ia lakukan dalam rangka mencontoh Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam dan juga karena kebutuhan orang banyak saat itu sehingga mereka mendapatkan kemaslahatan. Ada sebagian orang sibuk dengan puasa dan shalat sehingga sulit untuk mencari nafkah.” (Dinukil dari Lathoif Al Ma'arif)



Semoga dengan motivasi kisah di atas semakin membuat kita gemar berderma dan beramal sholeh di bulan Ramadhan. Ingatlah sabda Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam, “Sedekah tidak mungkin mengurangi harta.” (HR. Muslim). Wallahu waliyyut taufiq. (*)







www.rumaysho.com





--------------------------------------------------------------------------------

foto Jogjakarta sewaktu fajar menyingsing......