Laman

Selasa, Februari 22, 2011

Mencintai Penanda Dosa

Mencintai Penanda Dosa

Posted: November 22, 2010 by yhougam in Islam



Bismillah. Sebelum mulai membaca kisahnya, perlu saya informasikan kepada pembaca sekalian bahwa kisah yang akan Anda baca ini dicopast bulat-bulat dari blog Ustadz Salim A. Fillah hadahullah.


Mari jadikan kisah berikut ini sebagai pelajaran, untuk tidak bermudah-mudahan dalam berinteraksi dengan lawan jenis. Apapun kondisinya. Bagaimanapun caranya. Terlebih lagi dengan bumbu “ta’aruf syar’i”, “khitbah”, namun tanpa diiringi dengan ilmu yang benar dalam penerapannya? (Masuk sini untuk kumpulan artikel seputar proses pernikahan yang benar). Syaithan begitu bersemangatnya dalam menggelincirkan manusia. Apabila yang berlabel “aktivis dakwah” saja tergelincir dalam tipu muslihatnya, bagaimanatah lagi dengan kami yang sekadar berlabel ‘orang awam”?


“Saya hanya ingin berbagi dan mohon doa agar dikuatkan”, ujarnya saat kami bertemu di suatu kota selepas sebuah acara yang menghadirkan saya sebagai penyampai madah. Didampingi ibunda dan adik lelakinya, dia mengisahkan lika-liku hidup yang mengharu-birukan hati. Meski sesekali menyeka wajah dan mata dengan sapu tangan, saya insyaf, dia jauh lebih tangguh dari saya.


“Ah, surga masih jauh.”


Kisahnya dimulai dengan cerita indah di semester akhir kuliah. Dia muslimah nan taat, aktivis dakwah yang tangguh, akhwat yang jadi teladan di kampus, dan penuh dengan prestasi yang menyemangati rekan-rekan. Kesyukurannya makin lengkap tatkala prosesnya untuk menikah lancar dan mudah. Dia tinggal menghitung hari. Detik demi detik serasa menyusupkan bahagia di nafasnya.


Ikhwan itu, sang calon suami, seorang lelaki yang mungkin jadi dambaan semua sebayanya. Dia berasal dari keluarga tokoh terpandang dan kaya raya, tapi jelas tak manja. Dikenal juga sebagai ‘pembesar’ di kalangan para aktivis, usaha yang dirintisnya sendiri sejak kuliah telah mengentas banyak kawan dan sungguh membanggakan. Awal-awal, si muslimah nan berasal dari keluarga biasa, seadanya, dan bersahaja itu tak percaya diri. Tapi niat baik dari masing-masing pihak mengatasi semuanya.


Tinggal sepekan lagi. Hari akad dan walimah itu tinggal tujuh hari menjelang, ketika sang ikhwan dengan mobil barunya datang ke rumah yang dikontraknya bersama akhwat-akhwat lain. Sang muslimah agak terkejut ketika si calon suami tampak sendiri. Ya, hari itu mereka berencana meninjau rumah calon tempat tinggal yang akan mereka surgakan bersama. Angkahnya, ibunda si lelaki dan adik perempuannya akan beserta agar batas syari’at tetap terjaga.


“’Afwan Ukhti, ibu dan adik tidak jadi ikut karena mendadak uwak masuk ICU tersebab serangan jantung”, ujar ikhwan berpenampilan eksekutif muda itu dengan wajah sesal dan merasa bersalah. “’Afwan juga, adakah beberapa akhwat teman Anti yang bisa mendampingi agar rencana hari ini tetap berjalan?”


“Sayangnya tidak ada. ‘Afwan, semua sedang ada acara dan keperluan lain. Bisakah ditunda?”


“Masalahnya besok saya harus berangkat keluar kota untuk beberapa hari. Sepertinya tak ada waktu lagi. Bagaimana?”


Akhirnya dengan memaksa dan membujuk, salah seorang kawan kontrakan sang Ukhti berkenan menemani mereka. Tetapi bi-idzniLlah, di tengah jalan sang teman ditelepon rekan lain untuk suatu keperluan yang katanya gawat dan darurat. “Saya menyesal membiarkannya turun di tengah perjalanan”, kata muslimah itu pada saya dengan sedikit isak. “Meskipun kami jaga sebaik-baiknya dengan duduk beda baris, dia di depan dan saya di belakang, saya insyaf, itu awal semua petakanya. Kami terlalu memudah-mudahkan. AstaghfiruLlah.”


Ringkas cerita, mereka akhirnya harus berdua saja meninjau rumah baru tempat kelak surga cinta itu akan dibangun. Rumah itu tak besar. Tapi asri dan nyaman. Tidak megah. Tapi anggun dan teduh.


Saat sang muslimah pamit ke kamar mandi untuk hajatnya, dengan bantuan seekor kecoa yang membuatnya berteriak ketakutan, syaithan bekerja dengan kelihaian menakjubkan. “Di rumah yang seharusnya kami bangun surga dalam ridhaNya, kami jatuh terjerembab ke neraka. Kami melakukan dosa besar terlaknat itu”, dia tersedu. Saya tak tega memandang dia dan sang ibunda yang menggugu. Saya alihkan mata saya pada adik lelakinya di sebalik pintu. Dia tampak menimang seorang anak perempuan kecil.


“Kisahnya tak berhenti sampai di situ”, lanjutnya setelah agak tenang. “Pulang dari sana kami berada dalam gejolak rasa yang sungguh menyiksa. Kami marah. Marah pada diri kami. Marah pada adik dan ibu. Marah pada kawan yang memaksa turun di jalan. Marah pada kecoa itu. Kami kalut. Kami sedih. Merasa kotor. Merasa jijik. Saya terus menangis di jok belakang. Dia menyetir dengan galau. Sesal itu menyakitkan sekali. Kami kacau. Kami merasa hancur.”


Dan kecelakaan itupun terjadi. Mobil mereka menghantam truk pengangkut kayu di tikungan. Tepat sepekan sebelum pernikahan.


“Setelah hampir empat bulan koma”, sambungnya, “Akhirnya saya sadar. Pemulihan yang sungguh memakan waktu itu diperberat oleh kabar yang awalnya saya bingung harus mengucap apa. Saya hamil. Saya mengandung. Perzinaan terdosa itu membuahkan karunia.” Saya takjub pada pilihan katanya. Dia menyebutnya “karunia”. Sungguh tak mudah untuk mengucap itu bagi orang yang terluka oleh dosa.


“Yang lebih membuat saya merasa langit runtuh dan bumi menghimpit adalah”, katanya terisak lagi, “Ternyata calon suami saya, ayah dari anak saya, meninggal di tempat dalam kecelakaan itu.”


“Subhanallah”, saya memekik pelan dengan hati menjerit. Saya pandangi gadis kecil yang kini digendong oleh sang paman itu. Engkaulah rupanya Nak, penanda dosa yang harus dicintai itu. Engkaulah rupanya Nak, karunia yang menyertai kekhilafan orangtuamu. Engkaulah rupanya Nak, ujian yang datang setelah ujian. Seperti perut ikan yang menelan Yunus setelah dia tak sabar menyeru kaumnya.


“Doakan saya kuat Ustadz”, ujarnya. Tiba-tiba, panggilan “Ustadz” itu terasa menyengat saya. Sergapan rasa tak pantas serasa melumuri seluruh tubuh. Bagaimana saya akan berkata-kata di hadapan seorang yang begitu tegar menanggung semua derita, bahkan ketika keluarga almarhum calon suaminya mencampakkannya begitu rupa. Saya masih bingung alangkah teganya mereka, keluarga yang konon kaya dan terhormat itu, mengatakan, “Bagaimana kami bisa percaya bahwa itu cucu kami dan bukan hasil ketaksenonohanmu dengan pria lain yang membuat putra kami tersayang meninggal karena frustrasi?”


“Doakan saya Ustadz”, kembali dia menyentak. “Semoga keteguhan dan kesabaran saya atas ujian ini tak berubah menjadi kekerasan hati dan tak tahu malu. Dan semoga sesal dan taubat ini tak menghalangi saya dari mencintai anak itu sepenuh hati.” Aduhai, surga masih jauh. Bahkan pinta doanya pun menakjubkan


http://yhougam.wordpress.com/2010/11/22/mencintai-penanda-dosa/

Kaum muslimin.. semoga senantiasa dirahmati Allah…


Laporan Donasi Program Recovery Merapi (14/2/2011)


Posted on February 15, 2011 by Abu Mushlih


Segala puji bagi Allah, salawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, para sahabatnya, dan segenap pengikut setia mereka. Amma ba’du.


Kaum muslimin.. semoga senantiasa dirahmati Allah…


Tidak terasa telah sekian lama program recovery Merapi digulirkan. Semenjak bulan Januari 2011 hingga pertengahan Februari 2011 ini Posko Dakwah dan Sosial Al-Atsari masih terus bergerak untuk menebarkan dakwah dan menyalurkan bantuan para dermawan ke lereng Merapi. Kegiatan dakwah berupa pengajian maupun penyaluran bantuan -alhamdulillah- masih tetap berjalan di tengah terpaan musibah yang sampai saat ini masih belum berhenti. Erupsi Merapi yang memuntahkan awan panas dan lontaran batu mungkin sudah banyak sekali berkurang, atau bahkan hampir tiada. Akan tetapi banjir lahar dingin dan musibah kehilangan rumah dan pekerjaan tetap saja masih menghantui. Hanya kepada Allah kita berharap dengan musibah ini dapat mempertebal iman dan takwa kita kepada-Nya, bukan justru menjauhkan dari ibadah kepada-Nya semata…


Maka di saat-saat semacam ini bantuan moril berupa nasehat dan wejangan serta bimbingan rohani adalah sesuatu yang sangat berarti bagi para pengungsi secara khusus dan korban bencana Merapi secara umum. Menyaksikan puing-puing rumah yang telah luluh lantak bukan pemandangan yang asing lagi bagi para relawan yang rajin menyambangi lereng Merapi. Seolah-olah sebelumnya tidak ada pemukiman dan tak ada denyut nadi perekonomian di tanah ini. Karena yang tampak adalah bebatuan, pasir, pohon-pohon yang tumbang, rumput-rumputan, sebagian jalan aspal pun seolah tak ada karena telah tertimbun material ratusan meter jaraknya. Perjalanan menyusuri lereng Merapi dari bantaran Sungai Gendol di desa Argomulyo -yang berjarak 12 Km dari puncak Merapi- sampai dusun Kopeng, Jambu, Petung dan Kaliadem -yang berjarak 4-6 Km dari puncak Merapi- sudah berulangkali kami lalui. Nestapa pengungsi seolah senantiasa menyelimuti setiap perjalanan relawan di lereng Merapi.


Beberapa waktu lalu, kami bertemu dengan Bapak Suwarno yang dahulunya menetap di dusun Petung yang kini telah musnah akibat erupsi. Beliau adalah sosok bapak-bapak yang cukup arif dalam menyikapi musibah ini. Deraan musibah yang bertubi-tubi sehingga memaksa diri dan keluarganya untuk mengungsi kesana kemari tidak melunturkan keyakinannya kepada Rabb penguasa langit dan bumi. Sholat berjama’ah di masjid rajin beliau jalani. Di antara sekian banyak jama’ah Sholat Jum’at maka beliaulah orang pertama yang hadir di masjid An-Nur Pagerjurang; salah satu posko tempat kami menggerakkan kegiatan pengajian dan khutbah di lereng Merapi. Beliau juga menceritakan, bahwa masih banyak saudara-saudaranya -sesama muslim- di lereng Merapi ini yang tak kunjung menyadari apa hikmah yang tersimpan di balik musibah ini. Inilah yang semakin mendorong kami untuk ikut serta dalam proyek dakwah dan kemanusiaan ini. Sedikit demi sedikit menyelami kehidupan para pengungsi dan memberikan dorongan spiritual bagi mereka untuk bangkit dan kembali menata diri…


Barak pengungsian sampai saat ini masih menjadi tempat berteduh bagi para pengungsi korban erupsi. Walaupun ada juga sebagian dari mereka yang tidak mau tidur di pengungsian. Mengapa? Karena masih belum bisa menerima kenyataan bahwa rumahnya telah hancur dan tiada…. Tidur di ruang kelas SMK bersama pengungsi yang lain sudah menjadi sajian hidup mereka sehari-hari. Listrik mati akibat guyuran hujan dan angin kencang yang merobohkan pepohonan dan memutuskan kabel jaringan sudah biasa mereka alami. Sebagian jembatan yang putus akibat lahar dingin hingga hari ini pun belum bisa tersambung lagi. Dalam situasi rawan semacam ini pemanfaatan HT (Handy Talky) sebagai jalur komunikasi penanganan musibah sangat penting bagi relawan maupun pengungsi. Selain itu, dikarenakan sumber air yang telah terputus alirannya akibat erupsi maka penduduk pun mengalami kesulitan air bersih untuk keperluan sehari-hari. Alhamdulillah pasokan air dari PMI masih setia melayani masyarakat di lereng Merapi. Entah, sampai kapan kondisi ini akan berlangsung… Hanya Allah yang mengetahuinya…


Dengan senantiasa memohon kepada Allah ta’ala, Posko Dakwah dan Sosial Al-Atsari berusaha untuk ikut meringankan musibah yang melanda. Sampai saat ini partisipasi kaum muslimin dalam menjalankan program recovery ini masih terus menyertai, segala puji bagi Allah yang atas karunia dari-Nya segala kebaikan bisa terlaksana…


Berikut ini kami laporkan, bahwa selama program recovery:


Total pengeluaran donasi program recovery sejak 1 Januari 2011 – 14 Februari 2011 adalah sebesar:


Rp.33.067.800,-


Rincian pengeluaran bisa diunduh di tautan berikut ini:


http://www.archive.org/download/LaporanPengeluaranDonasiRecoveryMerapiYpia14Febr2011/LaporanPengeluaranProgramRecoveryBencanaMerapi2011.14Feb2011.pdf


Total pemasukan donasi program recovery sejak 1 Januari 2011 – 14 Februari 2011 adalah sebesar:


Rp.39.151.350,-


Rincian pemasukan bisa diunduh di tautan berikut ini:


http://www.archive.org/download/LaporanDonasiRecoveryMerapiYpia14Febr2011/LaporanPemasukanProgramRecoveryBencanaMerapi2011.14-2.pdf


Sebagai tambahan informasi, bahwa selama tanggap darurat Merapi:


Total pemasukan donasi program tanggap merapi sejak 29 Oktober 2010 – 31 Desember 2010 adalah sebesar:


Rp.239.762.854,-


Rincian pemasukan bisa diunduh di tautan berikut ini:


http://www.archive.org/download/LaporanDonasiMerapi31Des2010/LaporanPemasukanProgramTanggapBencanaMerapi2010.pdf


Total pengeluaran donasi program tanggap merapi sejak 29 Oktober 2010 – 31 Desember 2010 adalah sebesar:


Rp.218.225.002,-


Rincian pengeluaran bisa diunduh di tautan berikut ini:


http://www.archive.org/download/LaporanPengeluaranDonasiMerapi31Des2010/LaporanPengeluaranProgramTanggapBencanaMerapi2010.pdf


Inilah sekilas laporan yang bisa kami sampaikan, semoga bermanfaat bagi kita semua. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.


Yogyakarta, 16/2/2011


Posko Dakwah dan Sosial Al-Atsari

foto....Akhi Nurman Susanto....

Laksana Bidadari dalam Hati Suami 4 (Penuh Cinta Kasih)

Laksana Bidadari dalam Hati Suami 4 (Penuh Cinta Kasih)

Penuh Cinta dan Kasih


Allah Ta’ala berfirman,
فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا (36) عُرُبًا أَتْرَابًا (37)


“Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (Qs. Al-Waqi’ah: 36-37)


Ibnul A’rabi berkata, “Al-’Urubu min An-Nisaa’i” ( العرب من النساء) maksudnya wanita yang patuh kepada suaminya dan memperlihatkan cintanya kepadanya.”


Tentang penafsiran ‘urub (عرب ) para ahli tafsir menyebutkan bahwa wanita-wanita tersebut sangat mencintai suaminya, sayang dan manja kepada suami, membuat suami cinta kepadanya, membuat nafsu syahwat suaminya bergelora kepadanya dan membuat suami berdandan karenanya.


Bukhari dalam Shahihnya berkata, ” ‘Uruban (عربا ) adalah wanita yang amat cinta pada suaminya.”


Seorang wanita shalihah cerminan dari pribadi yang penuh kasih dan cinta pada suaminya. Tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk mencintai pria lain…sebagaimana yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,


“Istri-istri kalian akan menjadi penghuni surga yang sangat mencintai, yang jika dia disakiti dan menyakiti maka dia segera datang kepada suaminya, dia letakkan tangannya di atas telapak tangan suaminya, seraya berucap, “Saya tidak dapat tidur sampai engkau meridhaiku.” (HR. Thabrani)


Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menganjurkan kepada laki-laki yang akan menikah untuk mencari wanita yang penyayang dan berbelas kasih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Nikahilah wanita yang penyayang dan berpotensi beranak banyak, karena aku akan membanggakan jumlah kalian kepada umat-umat yang lain di hari kiamat” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i)


Di antara bentuk cinta dan kasih kepada suami adalah bertutur kata dengan manis, lembut dan mesra, karena manisnya tutur kata wanita dapat memikat dan mempesonakan hati lelaki. Apa engkau tidak ingin kata-katamu laksana tetesan air yang begitu menyejukkan di tengah gurun pasir nan tandus lagi gersang bagi suamimu? Saudariku…sesungguhnya lelaki membutuhkan ketenangan dan ketentraman di dalam jiwanya. Dia membutuhkan terpal yang dapat membuatnya teduh…ke manakah lagi kiranya dia akan mencari keteduhan hati jika tidak pada dirimu?


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Setiap anggota tubuh manusia wajib disedekahi, setiap hari dimana matahari terbit lalu engkau berlaku adil terhadap dua orang (yang bertikai) adalah sedekah, engkau menolong seseorang yang berkendaraan lalu engkau bantu dia untuk naik kendaraanya atau mengangkatkan barangnya adalah sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah, setiap langkah ketika engkau berjalan menuju shalat adalah sedekah dan menghilangkan gangguan dari jalan adalah sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Renungkan…perkataan yang baik adalah sedekah, siapakah yang lebih pantas untuk mendapatkan kebaikan kata-katamu yang memikat jika bukan suami yang mendampingi hidupmu?!


Mari kita lihat di antara sifat bidadari yang paling baik adalah gaya bahasa yang memikat saat ia mendekati suaminya, ia menyayangi sebagaimana ibu yang menyayangi anaknya, ia menggoda suaminya dengan parasnya yang cantik jelita.


Bersuara Merdu


Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


” Sesungguhnya istri-istri penghuni surga bernyanyi untuk suami-suami mereka dengan suara yang paling bagus yang tidak pernah didengar oleh seorangpun. Di antara lagu yang mereka nyanyikan ialah ‘Kami adalah bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik, istri-istri kaum yang mulia.’ Mereka memandang dengan kegembiraan. Di antara nyanyian mereka lagi ialah ‘Kami kekal tidak akan pernah mati, kami setia tidak akan pernah berkhianat, dan kami bermukim tidak kan pernah bepergian.” (Shahih Al Jami’ Ash-Shaghir)


Sebagaimana manusia tertarik dengan suara yang indah, Allah dengan kekuasaanNya menjadikan suara yang indah dan menggembirakan sebagai salah satu kesenangan surga yang tidak akan sirna dan tak ada habis-habisnya.


Ketika kita melihat pada realita yang ada, tiap manusia dianugrahi warna suara yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, ada yang terlahir dengan suaranya yang syahdu, ada pula yang kurang syahdu. Akan tetapi, pelajaran yang bisa kita petik dari sini yakni, hendaknya kita berusaha memperelok nada bicara kita di depan suami kita. Meskipun suara kita hanya bermodal pas-pasan saja.


Saudariku…Mulailah dari sekarang, karena belum terlambat untuk menjadi laksana bidadari dalam hidup suami. Dengan melihat karakteristik sang bidadari, seharusnya hal tersebut menjadi cermin akhlak bagi setiap wanita dunia. Bidadari adalah makhluk yang tercipta mirip dengan bangsamu, duhai wanita…


Maka dari itu, berusahalah agar engkau bisa meneladani kecantikan akhlaknya, berlombalah, dan bersegeralah dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.


“Wahai orang yang memanggil dan mencari bidadari, agar dapat bercumbu dengannya di taman-taman surgawi


Andaikan kau tahu siapa yang kau seru, tentu kau tak kan diam saja membisu


Andaikan kau tahu di mana dia berada, kau kan berusaha sekuat tenaga


Segeralah dan tapaki jalan menuju ke sana, karena jalan yang kau tempuh tak lama lagi kan tiba


Bercintalah dan berbicaralah dalam kalbu, persiapkan maskawin selagi kau mampu untuk itu


Jadikan puasamu sebagai bekal untuk pertemuan, malam pertama adalah malam yang fitri setelah Ramadhan


Harapkan keindahan dan kecantikannya yang memikat, hampirilah sang kekasih dan jangan kau terlambat!”


Wahai lelaki dunia…


Cintailah istri shalihah yang tiada sempurna


Dengan cinta yang nyaris sempurna*


Menikahinya akan menghantarkanmu bersanding dengan bidadari di surgaNya yang sempurna


*) karena kesempurnaan cinta yang hakiki hanya pantas ditujukan bagi Rabbul A’la, maka dari itulah penulis menggunakan kata “nyaris”.

***
Artikel muslimah.or.id


Penulis: Fatihdaya Khairani


Murajaah: Ust. Ammi Nur Baits


Maraji’:


1.Tamasya ke Surga, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Darul Falah, Jakarta.


2.Panduan Lengkap Nikah (Dari “A” sampai “Z”), Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdirrazzak, Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan ke-4, Bogor, 2006.


3.Bersanding Dengan Bidadari di Surga, Dr.Muhamamd bin Ibrahim An-Naim, Daar An Naba’, Cetakan Pertama, Surakarta, 2007.


4.Mengintip Indahnya Surga, Syaikh Mahir Ahmad Ash-Shufi, Aqwam, Cetakan Pertama, Solo, 2008.


5.Taman Orang-Orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Darul falah, Cetakan ke-11, Jakarta, 2003.


6.Majelis Bulan Ramadhan, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, Pustaka Imam Syafi’i, Cetakan ke-2, Jakarta, 2007.


7.Bidadari Surga Agar Engkau Lebih Mulia Darinya, ‘Itisham Ahmad Sharraf, IBS, Cetakan ke-3, Bandung 2008.

Laksana Bidadari dalam Hati Suami 3 (Terjaga Kesuciannya)

Laksana Bidadari dalam Hati Suami 3 (Terjaga Kesuciannya)



Dipingit dalam Kemah-Kemah yang Terjaga Kesuciannya


Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
حُورٌ مَقْصُورَاتٌ فِي الْخِيَامِ


“(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam kemah-kemah.” (Qs. Ar-Rahman: 72)


Begitulah gambaran tentang terjaganya kesucian bidadari. Coba kita bayangkan dengan kondisi wanita sekarang, keadaan diriku dan dirimu…sudahkah kita sudah meniru akhlak wanita utama pendahulu kita yang shalihah? Tidaklah mereka keluar melainkan hanya untuk mencukupi kebutuhan mereka.


Bidadari adalah makhluk yang teristimewa, maka tidaklah heran jika dia wanita yang sangat terjaga. Ingatkah kau zaman nenek moyang kita dahulu…tentang cerita wanita pemalu yang dipingit di dalam rumahnya, wanita yang terjaga dan menjaga dirinya? Begitulah gambaran bidadari yang hanya berada di dalam tempat kediamannya. Coba kita bayangkan dengan kondisi wanita sekarang, keadaan diriku dan dirimu…apakah kita sudah meniru akhlak wanita shalihah pendahulu kita yang hanya keluar untuk sekadar mencukupi kebutuhan mereka saja? Perhatikanlah kembali firman Allah Ta’ala dalam kitabNya,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا


“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliyah dulu. dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. ” (Qs. Al-Ahzab: 33)


Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha berkata, “Saudah binti Zam’ah radhiyallahu’anha keluar pada suatu malam setelah turunnya perintah berhijab. Dia seorang wanita yang bertubuh besar sehingga tidak sulit bagi orang untuk mengenalinya. Lalu Umar melihatnya maka Umar radhiyallahu’anhu berkata, “Wahai Saudah, Demi Allah engkau tidak asing bagi kami. Lihatlah, bagaimana engkau bisa keluar?” Lalu ‘Aisyah berkata, “Maka Saudah pun berbalik pulang. Sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salllam berada di rumahku sedang makan malam. Di tangannya ada daging. Maka Saudah pun masuk kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya keluar rumah untuk memenuhi keperluanku. Lalu Umar berkata begini dan begitu.” ‘Aisyah berkata, “Maka Allah mewahyukan kepada beliau dan daging masih di tangannya, beliau tidak meletakkannya. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Telah diizinkan bagi kalian kaum wanita keluar untuk keperluan dan kebutuhan kalian.” (HR. Bukhari)


Ya…wanita memang tidak diharamkan keluar rumah, namun janganlah hanya untuk hal yang tidak perlu kita lalu bermudah-mudahan berkeliaran di luar sana, bahkan berdesak-desakan dengan lelaki asing untuk urusan yang kurang perlu. Kita lihat wanita masa kini, mereka seringkali terlihat berlalu lalang di sekitar pusat perbelanjaan untuk alasan “sekadar jalan-jalan”, duduk-duduk di cafe, berkeluyuran tidak karuan di tempat-tempat umum dan berbagai macam aktivitas yang kurang pantas dilakukan oleh wanita yang ingin terjaga ‘iffahnya.


Wanita dengan segala aktivitasnya di rumah yang boleh dibilang monoton, memang sesekali pasti merasa bosan tinggal di rumah dan butuh penyegaran suasana. Suami yang baik tentunya akan mengerti, memahani dan mengambil solusi yang bijak atas keadaan yang dialami sang istri, agar dia tidak keluyuran di luar rumah untuk sekadar mencari suasana baru.


Allah Ta’ala berfirman,
لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَانٌّ


“Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin.” (Qs. Ar-Rahman: 74)


Keadaan bidadari yang tiada pernah disentuh oleh seorangpun sebelum suaminya menghasilkan puncak kebahagiaan suami-suaminya terhadap mereka. Sesungguhnya kebahagiaan lelaki terhadap seorang wanita yang tidak pernah disentuh oleh siapapun memberikan arti tersendiri.


Penjagaan Allah atas diri bidadari menunjukkan kemuliaan bidadari. Dan bentuk penjagaan diri ini sudah sepantasnya ditiru oleh wanita dunia agar wanita dunia senantiasa terjaga kemuliaannya. Kemuliaan dan kedudukan yang paling tinggi dan luhur dari seorang wanita ialah…jika sifat malunya tidak dinodai oleh makhluk. Tak didekati manusia serta tak seorangpun menjamah tubuhnya, baik menyetubuhi ataupun hanya melihatnya, kecuali oleh suami yang menikahi dan berhak atas dirinya.


***
Artikel muslimah.or.id


Penulis: Fatihdaya Khairani


Murajaah: Ust. Ammi Nur Baits


Maraji’:


1.Tamasya ke Surga, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Darul Falah, Jakarta.


2.Panduan Lengkap Nikah (Dari “A” sampai “Z”), Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdirrazzak, Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan ke-4, Bogor, 2006.


3.Bersanding Dengan Bidadari di Surga, Dr.Muhamamd bin Ibrahim An-Naim, Daar An Naba’, Cetakan Pertama, Surakarta, 2007.


4.Mengintip Indahnya Surga, Syaikh Mahir Ahmad Ash-Shufi, Aqwam, Cetakan Pertama, Solo, 2008.


5.Taman Orang-Orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Darul falah, Cetakan ke-11, Jakarta, 2003.


6.Majelis Bulan Ramadhan, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, Pustaka Imam Syafi’i, Cetakan ke-2, Jakarta, 2007.


7.Bidadari Surga Agar Engkau Lebih Mulia Darinya, ‘Itisham Ahmad Sharraf, IBS, Cetakan ke-3, Bandung 2008.



http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/laksana-bidadari-dalam-hati-suami-3-terjaga-kesuciannya.html

Kamis, Februari 17, 2011

Laksana Bidadari dalam Hati Suami 2 (Menjaga Pandangan)


Laksana Bidadari dalam Hati Suami 2 (Menjaga Pandangan)



Berkulit Mulus dan Bertubuh Molek


Allah Ta’ala berfirman,

كَأَنَّهُنَّ الْيَاقُوتُ وَالْمَرْجَانُ


“Seakan – akan para bidadari itu permata yaqut dan marjan” (Qs. Ar-Rahman: 58)


Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


“Salah satu wanita surga, sungguh dapat dilihat putih betisnya dari balik tujuh puluh pakaian. Hal ini karena Allah berfirman, “Mereka bagaikan Yaqut dan Marjan.” Beliau melanjutkan, “Yaqut adalah batu. Kalau saja kawat dimasukkan ke dalamnya, kemudian kamu menjernihkanny, pasti kamu bisa melihat kawat dari balik batu tersebut.” (Hr. At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban, di dalam Al Jami’)


Pada masa modern seperti ini industri kaca, kristal, batu mulia sudah lah maju dengan pesatnya, dan dalam ayat tersebut Allah menggambarkan keadaan bidadari laksana dua jenis batu mulia yang menunjukkan keelokan mereka yang memikat, kemurnian Yaqut dan keputihan Marjan. Sudah selayaknya makhluk seperti bidadari ini diciptakan dari zat yang murni, jernih, lembut, sesuai dengan kemolekan dan kecantikan yang sungguh sangat menakjubkan. Dengan gambaran seperti itu tentulah lelaki penghuni surga dibuat terkesima melihat betapa berkilau dan bersinarnya tubuh bidadari.


Diriwayatkan dari Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


“Masing – masing dari mereka mendapatkan dua orang istri (bidadari) yang tulang kedua kaki mereka dapat terlihat dari balik daging mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Ketebalan daging yang transparan pada bidadari menunjukkan kekhususan dan perbedaan antara daging bidadari dan daging wanita dunia. Bagaimana tidak?daging bidadari yang transparan itu menunjukkan betapa bening daging tubuh bidadari. Disebutkan juga bahwa tubuh yang transparan itu bercampur dengan warna putih hingga membuat tubuhnya menjadi putih, bening, indah, dan cantik jelita. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

كَأَنَّهُنَّ بَيْضٌ مَكْنُونٌ


“Seakan-akan mereka adalah telur (burung unta) yang tersimpan dengan baik.” (Qs. Ash-Shaffat: 49)


Orang Arab mengenal telur yang tersimpan dengan baik itu adalah telur burung unta yang terpendam dalam pasir. Warnanya putih dan tidak ada yang melebihi putihnya. Ciri yang transparan dan bening ini dilukiskan dalam Al-Qur’an dengan ungkapan Yaqut, Marjan, Al-Lu’lu Al-Maknuun, Baidhun Maknuun.


Tidak Liar Pandangannya


Allah Ta’ala berfirman,


فِيهِنَّ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَانٌّ


“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan dan menundukkan pandangannya.” (Qs. Ar-Rahman: 56)

وَعِنْدَهُمْ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ عِينٌ


“Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang sopan dan menundukkan pandangannya dan matanya jelita.” (Qs. Ash-Shaffat: 48)

وَعِنْدَهُمْ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ أَتْرَابٌ


“Dan pada sisi mereka ada bidadari-bidadari yang menundukkan pandangannya dan sebaya umurnya.” (Qs. Shad: 52)


Wanita dunia yang menyakiti suaminya dengan memandang lelaki selain suaminya, dan menikmati pandangan tersebut menunjukkan kekurangan dan kehinaannya. Maka Allah pun mengganti wanita yang demikian dengan bidadari-bidadari yang sempurna lagi istimewa bagi hambaNya yang shalih, yang mana bidadari-bidadari tersebut hanya menujukan pandangannya terhadap suami-suami mereka. Terdapat point penting yang bisa kita ambil dari sini, yakni:


1.Ayat ini menjelaskan tentang keutamaan bidadari yang menunjukkan pandangannya hanya bagi suaminya. Mereka terbiasa untuk tidak melihat ke lelaki lain kendatipun mereka memiliki mata jelita, dan satu-satunya pemandangan yang mereka lihat hanyalah suami-suami mereka. Ya, karena di mata mereka…suami merekalah yang paling tampan.


Saudariku…ingin kubertanya padamu, sudahkah engkau menunjukkan pandangan penuh kasih sayang, kerinduan dan cinta hanya bagi suamimu? Bagaimana dengan keadaan suami dalam pandangan matamu, wahai saudariku?


2.Ayat ini menjelaskan bahwa para bidadari itu sangat mencintai suami mereka. Bahkan mereka “menutup mata” kepada lelaki lain untuk selama-selamanya. Pandangan, hati, cinta, bahkan dirinya hanya ditujukan bagi suami mereka. Hal tersebut tidak mungkin dilakukan kecuali oleh orang yang hidup dengan penuh rasa cinta yang mendalam kepada Sang Suami, seperti kedalaman cinta Qais pada Laila. Karena cinta yang mendalam dapat menjadikan seseorang hanya melihat kepada orang yang ia cintai.


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

 
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ


“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung..” (Qs. An-Nuur: 31)


Dan alangkah indahnya perkataan penyair,


“Segala peristiwa berawal dari pandangan mata


Jilatan api bermula dari setitik bara


Berapa banyak pandangan yang membelah hati


Laksana anak panah yang melesat dari tali”


Mata ibarat duta, sedangkan hati sebagai rajanya. Betapa banyak cinta itu bermula, hanya karena pandangan mata yang sungguh sangat menggoda yang lambat laun bergerak menjalar dan mengakar di dalam dada. Maka, jika kau biarkan matamu memandang liar kepada lelaki yang tiada halal bagimu, yakinkah engkau masih mampu mempertahankan sebentuk cinta dalam hati bagi suamimu?!


Bersambung insyaallah


***


Artikel muslimah.or.id


Penulis: Fatihdaya Khairani


Murajaah: Ust. Ammi Nur Baits


Maraji’:


1.Tamasya ke Surga, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Darul Falah, Jakarta.


2.Panduan Lengkap Nikah (Dari “A” sampai “Z”), Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdirrazzak, Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan ke-4, Bogor, 2006.


3.Bersanding Dengan Bidadari di Surga, Dr.Muhamamd bin Ibrahim An-Naim, Daar An Naba’, Cetakan Pertama, Surakarta, 2007.


4.Mengintip Indahnya Surga, Syaikh Mahir Ahmad Ash-Shufi, Aqwam, Cetakan Pertama, Solo, 2008.


5.Taman Orang-Orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Darul falah, Cetakan ke-11, Jakarta, 2003.


6.Majelis Bulan Ramadhan, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, Pustaka Imam Syafi’i, Cetakan ke-2, Jakarta, 2007.


7.Bidadari Surga Agar Engkau Lebih Mulia Darinya, ‘Itisham Ahmad Sharraf, IBS, Cetakan ke-3, Bandung 2008

Laksana Bidadari dalam Hati Suami 1 (Berhias Untuk Suami)

Laksana Bidadari dalam Hati Suami 1 (Berhias Untuk Suami)


Saudariku,


Pada saatnya nanti kan tiba, engkau akan menjadi istri -Insya Allah-


Atau bahkan sekarang ini pun engkau sudah menjadi istri. Dan sudah barang tentu engkau pasti ingin menjadi wanita shalihah lagi berakhlak karimah. Ciri khas wanita shalihah yaitu wanita yang selalu berusaha merebut hati, mencari cinta suami, selalu mengharap ridha suaminya agar mendulang pahala, demi meretas jalan menuju Al-Firdaus Al-A’la…di sanalah, dia akan berharap bisa menjadi “permaisuri” suaminya ketika di dunia.


Lalu, lewat jalan manakah hati seorang lelaki akan terebut…dan ridhanya pun menyambut, sehingga dua jiwa dalam satu cinta akan bertaut?


Saudariku…Bunga-bunga cinta suami dapat mekar bersemi,


Harum semerbak mewangi di taman hati,


Jika ia senantiasa disirami


Manis ucapan, santun perkataan, lembut perlakuan, dan baiknya pergaulan seorang wanita akan menjadi siraman yang dapat menumbuhkan benih-benih cinta di hati sanubari sang suami. Dan bukan hal yang mustahil, karena akhlakmulah, duhai wanita…hati suami pun akan mencinta.


Agar memiliki akhlak wanita yang mulia, seorang wanita seyogyanya berkiblat pada figur wanita abadi nan sempurna. Sosoknya banyak digambarkan dengan parasnya yang sungguh sangat cantik jelita. Kiranya engkau pun tahu…karena dia adalah…bidadari surga.


Bidadari surga teramat istimewa, wanita yang Allah ciptakan dengan penuh kesempurnaan yang didambakan pria. Dengan segala keistimewaan yang ada dalam dirinya, kiranya itu menjadi tantangan bagi wanita dunia untuk bisa berusaha menyamai karakteristik bidadari surga. Menyinggung soal karakteristik, tentunya wanita dunia tidak akan mampu bersaing dengan bidadari dalam urusan fisik, dan yang bisa kita contoh adalah ciri khas akhlaknya. Baiklah, mari kita bersama-sama telusuri tabiat yang khas dari bidadari surga.


Cantik Parasnya, Baik Akhlaknya, dan Harum Bau Tubuhnya


Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati bidadari dengan keelokan dan kecantikan yang sungguh sempurna, sebagaimana yang tergambar dalam ayat berikut,

 
وَزَوَّجْنَاهُمْ بِحُورٍ عِينٍ


” Dan Kami pasangkan mereka dengan bidadari – bidadari yang cantik dan bermata jelita. ” (Qs. Ath-Thur: 20) – bagian yg berwarna sebaiknya dibuang, agar sesuai dg terjemahannya

Huur ( حور) adalah bentuk jamak dari kata haura (حوراء ) yaitu wanita muda usia yang cantik mempesona, kulitnya mulus dan biji matanya sangat hitam.


Hasan berkata, “Al-Haura (الحوراء )adalah wanita yang bagian putih matanya amat putih dan biji matanya sangat hitam.”


Zaid bin Aslamberkata, “Al-Haura adalah wanita yang matanya amat putih bersih dan indah.”


Muqatilberkata, “Al-Huur adalah wanita yang wajahnya putih bersih.”


Mujahid berkata, “Al-Huur Al-’Iin (الحور العين ) adalah wanita yang matanya sangat putih dan sumsum tulang betisnya terlihat dari balik pakaiannya. Orang bisa melihat wajahnya dari dada mereka karena dada mereka laksana cermin.”


Seorang penyair berkata,


Mata yang sangat hitam di ujungnya telah membunuh kita


Lalu tak menghidupkan kita lagi


Menaklukkan orang yang punya akal hingga tak bergerak


Dan mereka ialah makhluk Allah yang paling indah pada manusia


Benarlah memang, karena wanita juga akan tampak terlihat lebih menawan jika ia bermata indah, dengan kelopak mata yang lebar, berbiji mata hitam dikelilingi warna putih lagi bersih.





فِيهِنَّ خَيْرَاتٌ حِسَانٌ


“Di dalam surga – surga ada bidadari – bidadari yang baik – baik lagi cantik – cantik.”. (Qs. Ar-Rahman: 70)


Khairaatun ( خَيْرَاتٌ ) adalah jamak dari kata khairatun, sedangkan hisaan adalah bentuk jamak dari hasanatun ( حسنة). Maksudnya, bidadari – bidadari tersebut baik akhlaknya dan cantik wajahnya. Beruntunglah seorang pria yang diberi anugrah wanita secantik akhlak bidadari surga. Perhatikan dan tanyakan pada diri kita…


Apakah kita sudah sepenuhnya memenuhi hak-hak suami, memuliakannya dengan sepenuh hati dan segenap jiwa? Apakah kita sudah berterima kasih atas kebaikannya? Pernahkah kita menyakitinya dengan sadar atau tidak??


Duhai istri…Suami yang beriman merupakan orang yang mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan marah jika engkau menghina dan menyakiti lelaki yang memiliki kedudukan yang mulia di sisiNya. Sebagai gantinya, Allah Subhanahu wa Ta’ala menugaskan para bidadari untuk menjunjung kemuliaan suami-suami mereka di dunia ketika para istri menyakiti mereka - sekalipun sedikit - di dunia.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya ketika di dunia, melainkan istri suami tersebut yang berasal dari kalangan bidadari akan berkata, ‘Jangan sakiti dia! Semoga Allah mencelakakanmu, sebab dia berada bersamamu hanya seperti orang asing yang akan meninggalkanmu untuk menemui kami.” (Hr. Tirmidzi dan Ahmad. Menurut Imam Tirmidzi, ini hadits hasan)


Diriwayatkan dari Anas radhiyallahu’anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


“Sekiranya ada seorang wanita penghuni surga, yang menampakkan dirinya ke bumi, niscaya ia akan menerangi kedua ufuknya serta memenuhinya dengan semerbak aroma. Kerudungnya benar-benar lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (Hr. Bukhari)


Saudariku, sebagaimana kita ketahui…kecantikan paras wanita dunia seperti kita sangatlah minim jika dibandingkan kecantikan paras bidadari surga. Kita niscaya tidak akan mampu menandingi kecantikan mereka, namun apakah kita harus bersedih? Sama sekali tidak!


Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang beraneka rupa, sebagai tanda dari kehendak dan kekuasaanNya. Maka terimalah apapun yang telah Ia karuniakan bagimu, karena itu yang terbaik untukmu. Meskipun wajah kurang cantik dan fisik kurang menarik, janganlah takut untuk tidak dicinta. Berhiaslah dan percantiklah dirimu dengan hal – hal yang Allah halalkan, karena istri shalihah bukan hanya yang tekun beribadah saja, namun seorang istri yang bisa menyenangkan hati suami ketika suami memandangnya.


Saudariku… Dan apakah kau lupa, fitrahmu sebagai wanita yang tentu suka akan perhiasan? Perhiasan terkait dengan makna keindahan, sehingga seorang perempuan shalihah senantiasa menjaga daya tarik dirinya bagi suaminya… karena wanita adalah salah satu sumber kebahagiaan lelaki. Apabila seorang istri senantiasa melanggengkan berhias dan mempercantik diri di hadapan suami, itu akan menjadi hal yang menambah keintiman hubungannya dengan suami. Sang Suami pun tentu akan semakin cinta pada istri pujaan hatinya insyaallah.


Bagi saudari-saudariku pada umumnya serta saudara-saudaraku pada khususnya, enak dipandang dan menyenangkan hati bukan berarti harus cantik sekali bukan? Dan berhias pun tidak harus menggunakan aksesori yang terlalu mahal . Lalu bagaimana jika Allah menentukan engkau mendampingi lelaki yang secara materi belum mampu “madep mantep“? (baca: hanya cukup untuk membiayai kebutuhan pokok)


Aku ingatkan engkau pada nasihat para pendahulu kita kepada putrinya…


Abul Aswad berkata pada putrinya, “Janganlah engkau cemburu, dan sebaik-baik perhiasan adalah celak. Pakailah wewangian, dan sebaik – baik wewangian adalah menyempurnakan wudhu.”


Ketika Al-Farafisah bin Al-Ahash membawa putrinya, Nailah, kepad Amirul Mukminin ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, dan Beliau telah menikahinya, maka ayahnya menasihatinya dengan ucapannya, “Wahai putriku, engkau didahulukan atas para wanita dari kaum wanita Quraisy yang lebih mampu untuk berdandan darimu, maka peliharalah dariku dua hal ini: bercelaklah dan mandilah, sehingga aromamu adalah aroma bejana yang terguyur hujan.”


Memang tubuhmupun dicipta tiada bercahaya dan harum mewangi laksana bidadari, namun engkau tentu bisa memakai wewangian yang disukai suamimu ketika engkau berada di kediamanmu bersamanya, dengan begitu penampilanmu tambah terlihat menawan dipandang mata.


Bersambung insyaallah


***


Artikel muslimah.or.id


Penulis: Fatihdaya Khairani


Murajaah: Ust. Ammi Nur Baits


Maraji’:


1.Tamasya ke Surga, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Darul Falah, Jakarta.


2.Panduan Lengkap Nikah (Dari “A” sampai “Z”), Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdirrazzak, Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan ke-4, Bogor, 2006.


3.Bersanding Dengan Bidadari di Surga, Dr.Muhamamd bin Ibrahim An-Naim, Daar An Naba’, Cetakan Pertama, Surakarta, 2007.


4.Mengintip Indahnya Surga, Syaikh Mahir Ahmad Ash-Shufi, Aqwam, Cetakan Pertama, Solo, 2008.


5.Taman Orang-Orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Darul falah, Cetakan ke-11, Jakarta, 2003.


6.Majelis Bulan Ramadhan, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, Pustaka Imam Syafi’i, Cetakan ke-2, Jakarta, 2007.


7.Bidadari Surga Agar Engkau Lebih Mulia Darinya, ‘Itisham Ahmad Sharraf, IBS, Cetakan ke-3, Bandung 2008.


.