Laman

Selasa, Februari 22, 2011

Mencintai Penanda Dosa

Mencintai Penanda Dosa

Posted: November 22, 2010 by yhougam in Islam



Bismillah. Sebelum mulai membaca kisahnya, perlu saya informasikan kepada pembaca sekalian bahwa kisah yang akan Anda baca ini dicopast bulat-bulat dari blog Ustadz Salim A. Fillah hadahullah.


Mari jadikan kisah berikut ini sebagai pelajaran, untuk tidak bermudah-mudahan dalam berinteraksi dengan lawan jenis. Apapun kondisinya. Bagaimanapun caranya. Terlebih lagi dengan bumbu “ta’aruf syar’i”, “khitbah”, namun tanpa diiringi dengan ilmu yang benar dalam penerapannya? (Masuk sini untuk kumpulan artikel seputar proses pernikahan yang benar). Syaithan begitu bersemangatnya dalam menggelincirkan manusia. Apabila yang berlabel “aktivis dakwah” saja tergelincir dalam tipu muslihatnya, bagaimanatah lagi dengan kami yang sekadar berlabel ‘orang awam”?


“Saya hanya ingin berbagi dan mohon doa agar dikuatkan”, ujarnya saat kami bertemu di suatu kota selepas sebuah acara yang menghadirkan saya sebagai penyampai madah. Didampingi ibunda dan adik lelakinya, dia mengisahkan lika-liku hidup yang mengharu-birukan hati. Meski sesekali menyeka wajah dan mata dengan sapu tangan, saya insyaf, dia jauh lebih tangguh dari saya.


“Ah, surga masih jauh.”


Kisahnya dimulai dengan cerita indah di semester akhir kuliah. Dia muslimah nan taat, aktivis dakwah yang tangguh, akhwat yang jadi teladan di kampus, dan penuh dengan prestasi yang menyemangati rekan-rekan. Kesyukurannya makin lengkap tatkala prosesnya untuk menikah lancar dan mudah. Dia tinggal menghitung hari. Detik demi detik serasa menyusupkan bahagia di nafasnya.


Ikhwan itu, sang calon suami, seorang lelaki yang mungkin jadi dambaan semua sebayanya. Dia berasal dari keluarga tokoh terpandang dan kaya raya, tapi jelas tak manja. Dikenal juga sebagai ‘pembesar’ di kalangan para aktivis, usaha yang dirintisnya sendiri sejak kuliah telah mengentas banyak kawan dan sungguh membanggakan. Awal-awal, si muslimah nan berasal dari keluarga biasa, seadanya, dan bersahaja itu tak percaya diri. Tapi niat baik dari masing-masing pihak mengatasi semuanya.


Tinggal sepekan lagi. Hari akad dan walimah itu tinggal tujuh hari menjelang, ketika sang ikhwan dengan mobil barunya datang ke rumah yang dikontraknya bersama akhwat-akhwat lain. Sang muslimah agak terkejut ketika si calon suami tampak sendiri. Ya, hari itu mereka berencana meninjau rumah calon tempat tinggal yang akan mereka surgakan bersama. Angkahnya, ibunda si lelaki dan adik perempuannya akan beserta agar batas syari’at tetap terjaga.


“’Afwan Ukhti, ibu dan adik tidak jadi ikut karena mendadak uwak masuk ICU tersebab serangan jantung”, ujar ikhwan berpenampilan eksekutif muda itu dengan wajah sesal dan merasa bersalah. “’Afwan juga, adakah beberapa akhwat teman Anti yang bisa mendampingi agar rencana hari ini tetap berjalan?”


“Sayangnya tidak ada. ‘Afwan, semua sedang ada acara dan keperluan lain. Bisakah ditunda?”


“Masalahnya besok saya harus berangkat keluar kota untuk beberapa hari. Sepertinya tak ada waktu lagi. Bagaimana?”


Akhirnya dengan memaksa dan membujuk, salah seorang kawan kontrakan sang Ukhti berkenan menemani mereka. Tetapi bi-idzniLlah, di tengah jalan sang teman ditelepon rekan lain untuk suatu keperluan yang katanya gawat dan darurat. “Saya menyesal membiarkannya turun di tengah perjalanan”, kata muslimah itu pada saya dengan sedikit isak. “Meskipun kami jaga sebaik-baiknya dengan duduk beda baris, dia di depan dan saya di belakang, saya insyaf, itu awal semua petakanya. Kami terlalu memudah-mudahkan. AstaghfiruLlah.”


Ringkas cerita, mereka akhirnya harus berdua saja meninjau rumah baru tempat kelak surga cinta itu akan dibangun. Rumah itu tak besar. Tapi asri dan nyaman. Tidak megah. Tapi anggun dan teduh.


Saat sang muslimah pamit ke kamar mandi untuk hajatnya, dengan bantuan seekor kecoa yang membuatnya berteriak ketakutan, syaithan bekerja dengan kelihaian menakjubkan. “Di rumah yang seharusnya kami bangun surga dalam ridhaNya, kami jatuh terjerembab ke neraka. Kami melakukan dosa besar terlaknat itu”, dia tersedu. Saya tak tega memandang dia dan sang ibunda yang menggugu. Saya alihkan mata saya pada adik lelakinya di sebalik pintu. Dia tampak menimang seorang anak perempuan kecil.


“Kisahnya tak berhenti sampai di situ”, lanjutnya setelah agak tenang. “Pulang dari sana kami berada dalam gejolak rasa yang sungguh menyiksa. Kami marah. Marah pada diri kami. Marah pada adik dan ibu. Marah pada kawan yang memaksa turun di jalan. Marah pada kecoa itu. Kami kalut. Kami sedih. Merasa kotor. Merasa jijik. Saya terus menangis di jok belakang. Dia menyetir dengan galau. Sesal itu menyakitkan sekali. Kami kacau. Kami merasa hancur.”


Dan kecelakaan itupun terjadi. Mobil mereka menghantam truk pengangkut kayu di tikungan. Tepat sepekan sebelum pernikahan.


“Setelah hampir empat bulan koma”, sambungnya, “Akhirnya saya sadar. Pemulihan yang sungguh memakan waktu itu diperberat oleh kabar yang awalnya saya bingung harus mengucap apa. Saya hamil. Saya mengandung. Perzinaan terdosa itu membuahkan karunia.” Saya takjub pada pilihan katanya. Dia menyebutnya “karunia”. Sungguh tak mudah untuk mengucap itu bagi orang yang terluka oleh dosa.


“Yang lebih membuat saya merasa langit runtuh dan bumi menghimpit adalah”, katanya terisak lagi, “Ternyata calon suami saya, ayah dari anak saya, meninggal di tempat dalam kecelakaan itu.”


“Subhanallah”, saya memekik pelan dengan hati menjerit. Saya pandangi gadis kecil yang kini digendong oleh sang paman itu. Engkaulah rupanya Nak, penanda dosa yang harus dicintai itu. Engkaulah rupanya Nak, karunia yang menyertai kekhilafan orangtuamu. Engkaulah rupanya Nak, ujian yang datang setelah ujian. Seperti perut ikan yang menelan Yunus setelah dia tak sabar menyeru kaumnya.


“Doakan saya kuat Ustadz”, ujarnya. Tiba-tiba, panggilan “Ustadz” itu terasa menyengat saya. Sergapan rasa tak pantas serasa melumuri seluruh tubuh. Bagaimana saya akan berkata-kata di hadapan seorang yang begitu tegar menanggung semua derita, bahkan ketika keluarga almarhum calon suaminya mencampakkannya begitu rupa. Saya masih bingung alangkah teganya mereka, keluarga yang konon kaya dan terhormat itu, mengatakan, “Bagaimana kami bisa percaya bahwa itu cucu kami dan bukan hasil ketaksenonohanmu dengan pria lain yang membuat putra kami tersayang meninggal karena frustrasi?”


“Doakan saya Ustadz”, kembali dia menyentak. “Semoga keteguhan dan kesabaran saya atas ujian ini tak berubah menjadi kekerasan hati dan tak tahu malu. Dan semoga sesal dan taubat ini tak menghalangi saya dari mencintai anak itu sepenuh hati.” Aduhai, surga masih jauh. Bahkan pinta doanya pun menakjubkan


http://yhougam.wordpress.com/2010/11/22/mencintai-penanda-dosa/

Kaum muslimin.. semoga senantiasa dirahmati Allah…


Laporan Donasi Program Recovery Merapi (14/2/2011)


Posted on February 15, 2011 by Abu Mushlih


Segala puji bagi Allah, salawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, para sahabatnya, dan segenap pengikut setia mereka. Amma ba’du.


Kaum muslimin.. semoga senantiasa dirahmati Allah…


Tidak terasa telah sekian lama program recovery Merapi digulirkan. Semenjak bulan Januari 2011 hingga pertengahan Februari 2011 ini Posko Dakwah dan Sosial Al-Atsari masih terus bergerak untuk menebarkan dakwah dan menyalurkan bantuan para dermawan ke lereng Merapi. Kegiatan dakwah berupa pengajian maupun penyaluran bantuan -alhamdulillah- masih tetap berjalan di tengah terpaan musibah yang sampai saat ini masih belum berhenti. Erupsi Merapi yang memuntahkan awan panas dan lontaran batu mungkin sudah banyak sekali berkurang, atau bahkan hampir tiada. Akan tetapi banjir lahar dingin dan musibah kehilangan rumah dan pekerjaan tetap saja masih menghantui. Hanya kepada Allah kita berharap dengan musibah ini dapat mempertebal iman dan takwa kita kepada-Nya, bukan justru menjauhkan dari ibadah kepada-Nya semata…


Maka di saat-saat semacam ini bantuan moril berupa nasehat dan wejangan serta bimbingan rohani adalah sesuatu yang sangat berarti bagi para pengungsi secara khusus dan korban bencana Merapi secara umum. Menyaksikan puing-puing rumah yang telah luluh lantak bukan pemandangan yang asing lagi bagi para relawan yang rajin menyambangi lereng Merapi. Seolah-olah sebelumnya tidak ada pemukiman dan tak ada denyut nadi perekonomian di tanah ini. Karena yang tampak adalah bebatuan, pasir, pohon-pohon yang tumbang, rumput-rumputan, sebagian jalan aspal pun seolah tak ada karena telah tertimbun material ratusan meter jaraknya. Perjalanan menyusuri lereng Merapi dari bantaran Sungai Gendol di desa Argomulyo -yang berjarak 12 Km dari puncak Merapi- sampai dusun Kopeng, Jambu, Petung dan Kaliadem -yang berjarak 4-6 Km dari puncak Merapi- sudah berulangkali kami lalui. Nestapa pengungsi seolah senantiasa menyelimuti setiap perjalanan relawan di lereng Merapi.


Beberapa waktu lalu, kami bertemu dengan Bapak Suwarno yang dahulunya menetap di dusun Petung yang kini telah musnah akibat erupsi. Beliau adalah sosok bapak-bapak yang cukup arif dalam menyikapi musibah ini. Deraan musibah yang bertubi-tubi sehingga memaksa diri dan keluarganya untuk mengungsi kesana kemari tidak melunturkan keyakinannya kepada Rabb penguasa langit dan bumi. Sholat berjama’ah di masjid rajin beliau jalani. Di antara sekian banyak jama’ah Sholat Jum’at maka beliaulah orang pertama yang hadir di masjid An-Nur Pagerjurang; salah satu posko tempat kami menggerakkan kegiatan pengajian dan khutbah di lereng Merapi. Beliau juga menceritakan, bahwa masih banyak saudara-saudaranya -sesama muslim- di lereng Merapi ini yang tak kunjung menyadari apa hikmah yang tersimpan di balik musibah ini. Inilah yang semakin mendorong kami untuk ikut serta dalam proyek dakwah dan kemanusiaan ini. Sedikit demi sedikit menyelami kehidupan para pengungsi dan memberikan dorongan spiritual bagi mereka untuk bangkit dan kembali menata diri…


Barak pengungsian sampai saat ini masih menjadi tempat berteduh bagi para pengungsi korban erupsi. Walaupun ada juga sebagian dari mereka yang tidak mau tidur di pengungsian. Mengapa? Karena masih belum bisa menerima kenyataan bahwa rumahnya telah hancur dan tiada…. Tidur di ruang kelas SMK bersama pengungsi yang lain sudah menjadi sajian hidup mereka sehari-hari. Listrik mati akibat guyuran hujan dan angin kencang yang merobohkan pepohonan dan memutuskan kabel jaringan sudah biasa mereka alami. Sebagian jembatan yang putus akibat lahar dingin hingga hari ini pun belum bisa tersambung lagi. Dalam situasi rawan semacam ini pemanfaatan HT (Handy Talky) sebagai jalur komunikasi penanganan musibah sangat penting bagi relawan maupun pengungsi. Selain itu, dikarenakan sumber air yang telah terputus alirannya akibat erupsi maka penduduk pun mengalami kesulitan air bersih untuk keperluan sehari-hari. Alhamdulillah pasokan air dari PMI masih setia melayani masyarakat di lereng Merapi. Entah, sampai kapan kondisi ini akan berlangsung… Hanya Allah yang mengetahuinya…


Dengan senantiasa memohon kepada Allah ta’ala, Posko Dakwah dan Sosial Al-Atsari berusaha untuk ikut meringankan musibah yang melanda. Sampai saat ini partisipasi kaum muslimin dalam menjalankan program recovery ini masih terus menyertai, segala puji bagi Allah yang atas karunia dari-Nya segala kebaikan bisa terlaksana…


Berikut ini kami laporkan, bahwa selama program recovery:


Total pengeluaran donasi program recovery sejak 1 Januari 2011 – 14 Februari 2011 adalah sebesar:


Rp.33.067.800,-


Rincian pengeluaran bisa diunduh di tautan berikut ini:


http://www.archive.org/download/LaporanPengeluaranDonasiRecoveryMerapiYpia14Febr2011/LaporanPengeluaranProgramRecoveryBencanaMerapi2011.14Feb2011.pdf


Total pemasukan donasi program recovery sejak 1 Januari 2011 – 14 Februari 2011 adalah sebesar:


Rp.39.151.350,-


Rincian pemasukan bisa diunduh di tautan berikut ini:


http://www.archive.org/download/LaporanDonasiRecoveryMerapiYpia14Febr2011/LaporanPemasukanProgramRecoveryBencanaMerapi2011.14-2.pdf


Sebagai tambahan informasi, bahwa selama tanggap darurat Merapi:


Total pemasukan donasi program tanggap merapi sejak 29 Oktober 2010 – 31 Desember 2010 adalah sebesar:


Rp.239.762.854,-


Rincian pemasukan bisa diunduh di tautan berikut ini:


http://www.archive.org/download/LaporanDonasiMerapi31Des2010/LaporanPemasukanProgramTanggapBencanaMerapi2010.pdf


Total pengeluaran donasi program tanggap merapi sejak 29 Oktober 2010 – 31 Desember 2010 adalah sebesar:


Rp.218.225.002,-


Rincian pengeluaran bisa diunduh di tautan berikut ini:


http://www.archive.org/download/LaporanPengeluaranDonasiMerapi31Des2010/LaporanPengeluaranProgramTanggapBencanaMerapi2010.pdf


Inilah sekilas laporan yang bisa kami sampaikan, semoga bermanfaat bagi kita semua. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.


Yogyakarta, 16/2/2011


Posko Dakwah dan Sosial Al-Atsari

foto....Akhi Nurman Susanto....

Laksana Bidadari dalam Hati Suami 4 (Penuh Cinta Kasih)

Laksana Bidadari dalam Hati Suami 4 (Penuh Cinta Kasih)

Penuh Cinta dan Kasih


Allah Ta’ala berfirman,
فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا (36) عُرُبًا أَتْرَابًا (37)


“Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (Qs. Al-Waqi’ah: 36-37)


Ibnul A’rabi berkata, “Al-’Urubu min An-Nisaa’i” ( العرب من النساء) maksudnya wanita yang patuh kepada suaminya dan memperlihatkan cintanya kepadanya.”


Tentang penafsiran ‘urub (عرب ) para ahli tafsir menyebutkan bahwa wanita-wanita tersebut sangat mencintai suaminya, sayang dan manja kepada suami, membuat suami cinta kepadanya, membuat nafsu syahwat suaminya bergelora kepadanya dan membuat suami berdandan karenanya.


Bukhari dalam Shahihnya berkata, ” ‘Uruban (عربا ) adalah wanita yang amat cinta pada suaminya.”


Seorang wanita shalihah cerminan dari pribadi yang penuh kasih dan cinta pada suaminya. Tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk mencintai pria lain…sebagaimana yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,


“Istri-istri kalian akan menjadi penghuni surga yang sangat mencintai, yang jika dia disakiti dan menyakiti maka dia segera datang kepada suaminya, dia letakkan tangannya di atas telapak tangan suaminya, seraya berucap, “Saya tidak dapat tidur sampai engkau meridhaiku.” (HR. Thabrani)


Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menganjurkan kepada laki-laki yang akan menikah untuk mencari wanita yang penyayang dan berbelas kasih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Nikahilah wanita yang penyayang dan berpotensi beranak banyak, karena aku akan membanggakan jumlah kalian kepada umat-umat yang lain di hari kiamat” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i)


Di antara bentuk cinta dan kasih kepada suami adalah bertutur kata dengan manis, lembut dan mesra, karena manisnya tutur kata wanita dapat memikat dan mempesonakan hati lelaki. Apa engkau tidak ingin kata-katamu laksana tetesan air yang begitu menyejukkan di tengah gurun pasir nan tandus lagi gersang bagi suamimu? Saudariku…sesungguhnya lelaki membutuhkan ketenangan dan ketentraman di dalam jiwanya. Dia membutuhkan terpal yang dapat membuatnya teduh…ke manakah lagi kiranya dia akan mencari keteduhan hati jika tidak pada dirimu?


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Setiap anggota tubuh manusia wajib disedekahi, setiap hari dimana matahari terbit lalu engkau berlaku adil terhadap dua orang (yang bertikai) adalah sedekah, engkau menolong seseorang yang berkendaraan lalu engkau bantu dia untuk naik kendaraanya atau mengangkatkan barangnya adalah sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah, setiap langkah ketika engkau berjalan menuju shalat adalah sedekah dan menghilangkan gangguan dari jalan adalah sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Renungkan…perkataan yang baik adalah sedekah, siapakah yang lebih pantas untuk mendapatkan kebaikan kata-katamu yang memikat jika bukan suami yang mendampingi hidupmu?!


Mari kita lihat di antara sifat bidadari yang paling baik adalah gaya bahasa yang memikat saat ia mendekati suaminya, ia menyayangi sebagaimana ibu yang menyayangi anaknya, ia menggoda suaminya dengan parasnya yang cantik jelita.


Bersuara Merdu


Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


” Sesungguhnya istri-istri penghuni surga bernyanyi untuk suami-suami mereka dengan suara yang paling bagus yang tidak pernah didengar oleh seorangpun. Di antara lagu yang mereka nyanyikan ialah ‘Kami adalah bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik, istri-istri kaum yang mulia.’ Mereka memandang dengan kegembiraan. Di antara nyanyian mereka lagi ialah ‘Kami kekal tidak akan pernah mati, kami setia tidak akan pernah berkhianat, dan kami bermukim tidak kan pernah bepergian.” (Shahih Al Jami’ Ash-Shaghir)


Sebagaimana manusia tertarik dengan suara yang indah, Allah dengan kekuasaanNya menjadikan suara yang indah dan menggembirakan sebagai salah satu kesenangan surga yang tidak akan sirna dan tak ada habis-habisnya.


Ketika kita melihat pada realita yang ada, tiap manusia dianugrahi warna suara yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, ada yang terlahir dengan suaranya yang syahdu, ada pula yang kurang syahdu. Akan tetapi, pelajaran yang bisa kita petik dari sini yakni, hendaknya kita berusaha memperelok nada bicara kita di depan suami kita. Meskipun suara kita hanya bermodal pas-pasan saja.


Saudariku…Mulailah dari sekarang, karena belum terlambat untuk menjadi laksana bidadari dalam hidup suami. Dengan melihat karakteristik sang bidadari, seharusnya hal tersebut menjadi cermin akhlak bagi setiap wanita dunia. Bidadari adalah makhluk yang tercipta mirip dengan bangsamu, duhai wanita…


Maka dari itu, berusahalah agar engkau bisa meneladani kecantikan akhlaknya, berlombalah, dan bersegeralah dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.


“Wahai orang yang memanggil dan mencari bidadari, agar dapat bercumbu dengannya di taman-taman surgawi


Andaikan kau tahu siapa yang kau seru, tentu kau tak kan diam saja membisu


Andaikan kau tahu di mana dia berada, kau kan berusaha sekuat tenaga


Segeralah dan tapaki jalan menuju ke sana, karena jalan yang kau tempuh tak lama lagi kan tiba


Bercintalah dan berbicaralah dalam kalbu, persiapkan maskawin selagi kau mampu untuk itu


Jadikan puasamu sebagai bekal untuk pertemuan, malam pertama adalah malam yang fitri setelah Ramadhan


Harapkan keindahan dan kecantikannya yang memikat, hampirilah sang kekasih dan jangan kau terlambat!”


Wahai lelaki dunia…


Cintailah istri shalihah yang tiada sempurna


Dengan cinta yang nyaris sempurna*


Menikahinya akan menghantarkanmu bersanding dengan bidadari di surgaNya yang sempurna


*) karena kesempurnaan cinta yang hakiki hanya pantas ditujukan bagi Rabbul A’la, maka dari itulah penulis menggunakan kata “nyaris”.

***
Artikel muslimah.or.id


Penulis: Fatihdaya Khairani


Murajaah: Ust. Ammi Nur Baits


Maraji’:


1.Tamasya ke Surga, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Darul Falah, Jakarta.


2.Panduan Lengkap Nikah (Dari “A” sampai “Z”), Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdirrazzak, Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan ke-4, Bogor, 2006.


3.Bersanding Dengan Bidadari di Surga, Dr.Muhamamd bin Ibrahim An-Naim, Daar An Naba’, Cetakan Pertama, Surakarta, 2007.


4.Mengintip Indahnya Surga, Syaikh Mahir Ahmad Ash-Shufi, Aqwam, Cetakan Pertama, Solo, 2008.


5.Taman Orang-Orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Darul falah, Cetakan ke-11, Jakarta, 2003.


6.Majelis Bulan Ramadhan, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, Pustaka Imam Syafi’i, Cetakan ke-2, Jakarta, 2007.


7.Bidadari Surga Agar Engkau Lebih Mulia Darinya, ‘Itisham Ahmad Sharraf, IBS, Cetakan ke-3, Bandung 2008.

Laksana Bidadari dalam Hati Suami 3 (Terjaga Kesuciannya)

Laksana Bidadari dalam Hati Suami 3 (Terjaga Kesuciannya)



Dipingit dalam Kemah-Kemah yang Terjaga Kesuciannya


Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
حُورٌ مَقْصُورَاتٌ فِي الْخِيَامِ


“(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam kemah-kemah.” (Qs. Ar-Rahman: 72)


Begitulah gambaran tentang terjaganya kesucian bidadari. Coba kita bayangkan dengan kondisi wanita sekarang, keadaan diriku dan dirimu…sudahkah kita sudah meniru akhlak wanita utama pendahulu kita yang shalihah? Tidaklah mereka keluar melainkan hanya untuk mencukupi kebutuhan mereka.


Bidadari adalah makhluk yang teristimewa, maka tidaklah heran jika dia wanita yang sangat terjaga. Ingatkah kau zaman nenek moyang kita dahulu…tentang cerita wanita pemalu yang dipingit di dalam rumahnya, wanita yang terjaga dan menjaga dirinya? Begitulah gambaran bidadari yang hanya berada di dalam tempat kediamannya. Coba kita bayangkan dengan kondisi wanita sekarang, keadaan diriku dan dirimu…apakah kita sudah meniru akhlak wanita shalihah pendahulu kita yang hanya keluar untuk sekadar mencukupi kebutuhan mereka saja? Perhatikanlah kembali firman Allah Ta’ala dalam kitabNya,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا


“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliyah dulu. dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. ” (Qs. Al-Ahzab: 33)


Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha berkata, “Saudah binti Zam’ah radhiyallahu’anha keluar pada suatu malam setelah turunnya perintah berhijab. Dia seorang wanita yang bertubuh besar sehingga tidak sulit bagi orang untuk mengenalinya. Lalu Umar melihatnya maka Umar radhiyallahu’anhu berkata, “Wahai Saudah, Demi Allah engkau tidak asing bagi kami. Lihatlah, bagaimana engkau bisa keluar?” Lalu ‘Aisyah berkata, “Maka Saudah pun berbalik pulang. Sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salllam berada di rumahku sedang makan malam. Di tangannya ada daging. Maka Saudah pun masuk kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya keluar rumah untuk memenuhi keperluanku. Lalu Umar berkata begini dan begitu.” ‘Aisyah berkata, “Maka Allah mewahyukan kepada beliau dan daging masih di tangannya, beliau tidak meletakkannya. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Telah diizinkan bagi kalian kaum wanita keluar untuk keperluan dan kebutuhan kalian.” (HR. Bukhari)


Ya…wanita memang tidak diharamkan keluar rumah, namun janganlah hanya untuk hal yang tidak perlu kita lalu bermudah-mudahan berkeliaran di luar sana, bahkan berdesak-desakan dengan lelaki asing untuk urusan yang kurang perlu. Kita lihat wanita masa kini, mereka seringkali terlihat berlalu lalang di sekitar pusat perbelanjaan untuk alasan “sekadar jalan-jalan”, duduk-duduk di cafe, berkeluyuran tidak karuan di tempat-tempat umum dan berbagai macam aktivitas yang kurang pantas dilakukan oleh wanita yang ingin terjaga ‘iffahnya.


Wanita dengan segala aktivitasnya di rumah yang boleh dibilang monoton, memang sesekali pasti merasa bosan tinggal di rumah dan butuh penyegaran suasana. Suami yang baik tentunya akan mengerti, memahani dan mengambil solusi yang bijak atas keadaan yang dialami sang istri, agar dia tidak keluyuran di luar rumah untuk sekadar mencari suasana baru.


Allah Ta’ala berfirman,
لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَانٌّ


“Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin.” (Qs. Ar-Rahman: 74)


Keadaan bidadari yang tiada pernah disentuh oleh seorangpun sebelum suaminya menghasilkan puncak kebahagiaan suami-suaminya terhadap mereka. Sesungguhnya kebahagiaan lelaki terhadap seorang wanita yang tidak pernah disentuh oleh siapapun memberikan arti tersendiri.


Penjagaan Allah atas diri bidadari menunjukkan kemuliaan bidadari. Dan bentuk penjagaan diri ini sudah sepantasnya ditiru oleh wanita dunia agar wanita dunia senantiasa terjaga kemuliaannya. Kemuliaan dan kedudukan yang paling tinggi dan luhur dari seorang wanita ialah…jika sifat malunya tidak dinodai oleh makhluk. Tak didekati manusia serta tak seorangpun menjamah tubuhnya, baik menyetubuhi ataupun hanya melihatnya, kecuali oleh suami yang menikahi dan berhak atas dirinya.


***
Artikel muslimah.or.id


Penulis: Fatihdaya Khairani


Murajaah: Ust. Ammi Nur Baits


Maraji’:


1.Tamasya ke Surga, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Darul Falah, Jakarta.


2.Panduan Lengkap Nikah (Dari “A” sampai “Z”), Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdirrazzak, Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan ke-4, Bogor, 2006.


3.Bersanding Dengan Bidadari di Surga, Dr.Muhamamd bin Ibrahim An-Naim, Daar An Naba’, Cetakan Pertama, Surakarta, 2007.


4.Mengintip Indahnya Surga, Syaikh Mahir Ahmad Ash-Shufi, Aqwam, Cetakan Pertama, Solo, 2008.


5.Taman Orang-Orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Darul falah, Cetakan ke-11, Jakarta, 2003.


6.Majelis Bulan Ramadhan, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, Pustaka Imam Syafi’i, Cetakan ke-2, Jakarta, 2007.


7.Bidadari Surga Agar Engkau Lebih Mulia Darinya, ‘Itisham Ahmad Sharraf, IBS, Cetakan ke-3, Bandung 2008.



http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/laksana-bidadari-dalam-hati-suami-3-terjaga-kesuciannya.html